Scroll Top

Meninggalkan Warung Blogger

Halo. Apa kabar? Iya, saya baik-baik saja. Sudah mulai menua memang. Tapi masih tetap tampan jika kamu ingin tahu. Kabar kamu gimana? Sehat, kan? Masih betah #dirumahaja? Mari kita bersemoga agar semua masalah, musibah dan hal lain yang membuat kita semua berkeluh kesah bisa segera berakhir. Melihat perkembangan di luar sana, tampaknya pembatasan sosial masih akan berlangsung cukup lama. Bersiaplah seperti bagaimana seharusnya. Saya? Saya juga. Meski sebenarnya saya sudah terlebih dahulu melakukan pembatasan sosial. Jauh. Jauh sebelum pandemi dimulai.

Banyak hal yang melatarbelakangi kenapa lebih dari satu tahun belakangan ini saya cenderung memilih menjauhi ingar bingar. Jarang sekali saya mengikuti perkumpulan. Mulai dari lingkaran sosial di sekitar rumah, di tempat kerja bahkan acara keluarga besar sekalipun. Begitu juga dengan kehidupan saya di dunia digital.  Dalam setiap minggunya, terhitung jari jumlah cuitan saya di twitter. Facebook? Instagram? Dalam keadaan normal saja jarang sekali saya sapa. Apalagi sekarang. Blog? Sebelum tulisan ini dimuat, terakhir kali saya menulis sekitar tujuh bulan sebelumnya. Itu pun tulisan pesanan. Tulisan yang saya buat karena saya ‘ingin’ menulis? Sekitar enam belas bulan yang lalu.

Untuk saya yang gemar beromong kosong, tentu ini menjadi pencapaian yang memalukan.

Dan dampaknya terasa sekali. Terutama untuk tiap-tiap hal yang seharusnya saya lebih banyak meluangkan waktu. Dan, iya, Warung Blogger menjadi salah satunya.

Di penghujung tahun dua ribu delapan belas saya diberi kesempatan atau kepercayaan untuk menjadi nahkoda yang membawa arah berlayar Warung Blogger kedepannya. Saya tentu saja senang dan bersemangat. Beban? Itu soal yang lain. Saya menjabarkan ini itu yang saya ingin dan saya rasa harus Warung Blogger lakukan. Berhasil? Entahlah. Tapi saat itu, persis di saat itu, saya pikir saya sudah memulai langkah yang benar. Saya sangat terbantu oleh tim yang luar biasa. Jika kamu termasuk ke dalam golongan pengikut setia Warung Blogger, kala itu, mungkin kamu sempat merasakan sedikit perubahan itu. Meski sangat amat sedikit.

Kami memperbaiki penampilan. Kami memperbaiki cara berinteraksi. Kami berusaha untuk terus mengayomi.

Dan dinamika kehidupan itu datang. Saya yang sedang ingin berlari kencang dipaksa untuk menarik tuas rem mendadak. Saya Minta Maaf.

Sebelum saya hiatus.

Di Pojok Warung Blogger

Warung Blogger adalah sebuah tempat kembali untuk para bloger yang lelah dengan segala seluk beluk kehidupan dunia blog. Ia menjadi tempat beranjang-sana terbaik untuk kita dapat bertukar pikiran, berkeluh kesah atau sekadar bercerita ini itu sampai menjadi gila dan tertawa bersama. Dan ketidakbecusan saya membuat warung yang biasa ramai seolah menjadi tutup tak berpenghuni.

Di awan pikiran saya tampak beberapa bloger yang mengetuk: “permisi, warungnya kapan buka, ya?”. Hilir mudik di pekarangan warung hanya untuk melihat informasi yang sudah lama alfa diperbaharui menyisakan kutipan-kutipan yang masih terpasang di beberapa kolom pengumuman. Sebentar. Batin saya dalam hati.

Di pojok warung, ada secercah kehidupan yang membuat Warung Blogger tetap hidup. Ia dan mereka yang selalu hadir untuk bercerita. Ia dan mereka yang gemar sekali membuka tawa. Ia dan mereka yang selalu dicari ketika tak ada.  Ia dan mereka yang ada untuk mencari senang. Ia dan mereka yang ada untuk mencari tenang. Ia dan mereka yang ada bukan untuk mencari uang. Pojok WB Namanya.

Kepada mereka inilah saya, kami, harus menyampaikan beribu banyak terima kasih. Ia dan mereka inilah yang membuat bagian dalam warung menjadi selalu meriah. Dari kejauhan saya tersenyum malu melihatnya. Ada getir dan beban mental yang menghampiri saya setiap kali saya diam. Dan ia dan mereka ini jugalah yang membuat saya yakin bahwa saya…

“Permisi, warungnya kapan buka, ya?”.

Tunggu sebentar.

Iya, Sebentar.

Sebentar lagi, ya.

Seben…

Tidak.

Meninggalkan Warung Blogger

Banyak ilmu yang saya dapatkan selama saya berada di dalam warung. Bagaimana saya mulai memerhatikan kaidah penulisan. Bagaimana saya mulai mempelajari gaya bahasa. Bagaimana kemudian saya menambah banyak sekali variasi bacaan. Bahkan mungkin blog ini tidak akan pernah ada jika saya tidak nimbrung di Warung Blogger.

Setelah saya masuk ke dapur dan juga mulai mojok di Pojok WB, ilmu yang saya terima jauh lebih banyak lagi. Segala seluk beluk tentang membaca, menulis dengan tetek bengeknya, blog dengan dunianya bahkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan blog sama sekali. Itu belum menghitung lingkaran relasi yang luar biasa luas. Oleh karenanya saya berterima kasih banyak kepada Tuhan sudah mengenalkan saya ke Warung Blogger.

Dan, rasanya kok ya ndak pantas jika tempat sebaik itu harus menjadi ‘seperti ini’ hanya karena ulah saya yang tidak becus. Tidak. Warung Blogger tidak bisa menunggu lebih lama. Ia harus kembali buka.

Saya dan segala yang terjadi pada saya sudah merasa kewalahan. Saya mungkin sudah tidak bisa lagi terlalu banyak membagi pikiran. Saya rasanya sulit untuk bisa terus memberi ide dan masukan brilian.

Saya percaya masih banyak jagoan-jagoan yang akan membuat Warung Blogger tetap jalan.

Dan, iya. Saya sudah akan pamit dan undur diri.

 

Para Penjaga Kenangan
Catatan:

Narasi ini sudah masuk ke meja dapur. Saya tidak serta menulis ini hanya untuk bercandaan dan memamerkan keluhan. Narasi ini sudah disetujui. Sampai ada nanti yang mengisi. Mari kita berdiskusi. Apakah kamu cukup percaya diri?

Related Posts

Comments (3)

Kenapa aku gak suka baca postingan ini, tapi I wish all the best for you. Jangan pergi lama-lama. Karena orang suka menulis biasanya akan rindu menulis lagi, hehe

😭😭😭😭😭
Semua memang tentang pilihan. Kalau memang sudah disiapkan di meja dapur, kami menanti di meja depan. Semoga lekas disajikan selagi hangat.

[…] kembali hadir untuk Warung Blogger secara keseluruhan. Berbeda dengan Andhika mungkin akan yang pamit dari Warung Blogger, sepertinya gue masih akan ada untuk Pojok […]

Leave a comment