Beberapa waktu yang lalu, di twitter, saya mengunggah tangkapan layar dari sebuah situs penyedia jasa kerja yang salah satunya adalah jasa menulis lepas. Beberapa orang teman yang memiliki minat sama dalam menulis memberikan respon untuk tangkapan layar yang saya unggah tersebut. Responnya mayoritas negatif. Saya menebak, mereka boleh jadi mengerenyitkan dahi ketika melihatnya. “Ini apa!?” Mungkin itu yang ada di benak mereka. Tambahkan tanda seru dan tanda tanya sekaligus jika diperlukan. Seratus biji. Bagaimana tidak, tangkapan layar itu menunjukan sebuah lowongan pekerjaan tulis lepas yang berisi persyaratan luar biasa njlimet dengan bayaran yang memprihatinkan. Rp 170.000 untuk 10 artikel. Sekali lagi, seratus tujuh puluh ribu rupiah untuk sepuluh artikel.
Gambar di atas adalah tangkapan layar yang saya unggah. Perhatikan persyaratan-persyaratan yang diberikan oleh si pemberi kerja. Ada yang aneh? Tidak juga. Menulis adalah sebuah keahlian yang tidak bisa dipelajari dalam waktu singkat. Memberikan persyaratan sedemikian rupa tidak lah salah. Saya pun akan memberikan persyaratan seperti itu jika saya membuka lowongan kerja menulis lepas, atau boleh jadi persyaratan yang akan saya berikan lebih banyak, menyesuaikan kebutuhan media tulis yang saya miliki. Namun, ketika saya sampai pada bagian upah yang ditawarkan membuat saya merasa perlu untuk berkata kasar. Sekasar mungkin yang saya mampu. Menyeret paksa semua yang ada di dalam kebun binatang. Dalam satu tarikan nafas di depan muka si pemberi kerja.
Seratus tujuh puluh ribu rupiah untuk sepuluh artikel yang berarti tujuh belas ribu rupiah untuk setiap artikelnya, dengan persyaratan sedemikian rupa, menurut saya adalah sebuah penistaan terhadap sebuah proses tulis. Sekali lagi, menulis adalah sebuah keahlian yang tidak bisa dipelajari dalam waktu singkat. Untuk menjadi seorang penulis yang memiliki kualitas baik, ditambah orisinalitas tulisan -ciri khas tentu memerlukan sebuah proses yang panjang. Belum lagi persyaratan lain yang memerlukan latihan atau ketekunan untuk menguasainya. Belum lagi waktu, tenaga dan pikiran yang dibutuhkan untuk menulis. Astaga, tujuh belas ribu bahkan belum tentu cukup untuk membeli camilan sebagai teman untuk menulis.
Berita yang lebih buruknya: tujuh belas ribu untuk satu artikel bukan angka terendah dalam daftar kerja tulis lepas yang disediakan di situs tersebut. Jika Anda mau mencari, ada cukup banyak lowongan kerja tulis lepas dengan harga yang lebih rendah. Tiga ribu rupiah untuk satu artikel, misalnya. Persyaratan? Sama saja.
Sampai sini, Anda berhak untuk ikut mengeluarkan kata-kata kasar.
Pada tulisan sebelumnya saya pernah menuliskan sebuah keluhan untuk narablog dewasa ini yang ‘mengambil’ banyak sekali pekerjaan tulis, entah pada blog atau media sosial yang mereka miliki. Dalam kasus ini, sepanjang yang saya ketahui, harga terendah untuk setiap pekerjaan berkisar di antara Rp 150.000 sampai Rp 200.000 untuk setiap satu artikel yang ditulis. Bahkan tidak sedikit juga yang memberikan harga jauh di atas yang saya sebutkan.
Bukan, tentu saja bukan angka Rp 150.000-200.000 itu yang saya keluhkan. Jika Anda sempat membacanya, yang saya keluhkan adalah bagaimana banyak narablog seringkali mempersetankan kualitas tulisannya hanya demi mengejar angka Rp 150.000-200.000. Ya ada, sih, beberapa yang lain yang tetap mempertahankan kualitas tulisnya. Tapi bayarannya segitu-gitu juga. Sama. Silakan tertawa. Bahkan tidak sedikit juga yang ‘berhenti menulis normal’ hanya untuk tetap menulis konten-konten pariwara pendulang rupiah. Blog bukan lagi tempat menyalurkan hobi tulis. Blog telah berubah menjadi sebuah katalog berbagai produk. Sebuah katalog yang buruk.
Maksud saya begini. Jika kami, para narablog, yang mempersetankan kualitas tulisan demi angka Rp 150.000-200.000 untuk setiap satu tulisan, kenapa masih ada yang sampai hati memberikan harga sedemikian rendah untuk tulisan yang dipersyarati sedemikian rupa. Bahkan, menurut saya pribadi, tak jarang persyaratan yang diberikan oleh pemberi kerja di situs tersebut serupa persyaratan yang biasa diberikan kepada para penulis profesional level atas.
Yang menyebalkan adalah lowongan kerja tulis lepas dengan harga menjijikan tersebut masih terus ada dan berlipat ganda setiap harinya. Apa pasal? Karena masih saja ada (dan banyak) penulis-penulis bodoh polos yang menyanggupi harga yang ditawarkan.
Saya kehabisan kata-kata.
Ayolah, kawan. Berhenti merendahkan kualitas diri sendiri. Maksud saya, dengan segala upaya dan proses yang terlibat untuk membuat satu tulisan, saya percaya penulis berhak mendapatkan harga yang lebih pantas.
Saya memahami akan alasan yang kerap muncul, “kami butuh uang, kami enggak ada pilihan karena kami enggak punya banyak kesempatan”. Jika Anda memiliki tulisan yang berkualitas dengan konten dan bahkan persyaratan yang cukup seperti yang diberikan oleh para pemberi kerja sialan itu, lebih baik Anda mengirimkannya ke pelbagai media yang menyediakan kolom khusus untuk kontributor. Seperti misal, mojok.co, basabasi.co, qureta dan banyak lagi yang lainnya. Tinggalkan, untuk sementara waktu, lowongan pekerjaan tulis lepas yang seolah merendahkan para penulis. Sembari kita bersama-sama lebih meningkatkan kualitas tulis kembali, atau setidaknya sampai para pemberi kerja itu paham bahwa ada sesuatu yang harus mereka hargai. Sesuatu yang bernama proses. Dan lebih penting lagi, di atas segalanya, nilai dan kualitas tulis.
Dengan terus-terusan menyanggupi, menerima atau bahkan mencari kerja tulis lepas dengan harga sedemikian rendah, berarti kita memang sengaja membiarkan para pemberi kerja itu merendahkan proses tulis, sementara mereka mendulang banyak sekali rupiah dari hasil karya kita. Sebaliknya jika bisa mengabaikan dan bahkan menolaknya, berarti kita bisa memberi pesan bahwa standar mereka dalam pengupahan harus segera mereka ubah.
Ya, tapi jika Anda masih mau menyanggupi, menerima atau bahkan mencari kerja tulis lepas dengan harga sedemikian rendah, ya, silakan. Yang bisa saya simpulkan harga diri Anda memang serendah itu.
Catatan:
Saya pernah berdiskusi dengan beberapa orang yang pernah mempelajari kasus di atas dan bahkan terlibat di dalamnya. Menurutnya ada beberapa alasan yang menyebabkan tawaran tulis serendah itu tetap diterima oleh banyak orang. Di antaranya para penulis di “daerah” yang kadang tidak memiliki kesempatan yang sama dengan penulis di ibukota atau kota-kota besar lainnya. Klise menurut saya, karena ketika Anda menerima tawaran tulis tersebut saya simpulkan Anda memiliki koneksi internet yang berarti Anda juga bisa masuk ke dalam dunia digital yang sama dengan kebanyakan orang di ibukota. Dan di dunia digital semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk ada dan terus berkembang.
Alasan berikutnya, beberapa orang yang menerima tulisan tersebut tidak pernah benar-benar “menulis”. Mereka menggunakan semacam alat yang dapat mengambil, mengumpulkan, atau apalah itu yang lain yang berguna untuk, dengan mudahnya, melewati persyaratan tulis itu. Nah, untuk orang-orang seperti ini, yang bisa saya sampaikan adalah: “Bedebah, kau!”. Pertama, karena kemampuan seperti itu bukan kemampuan yang diketahui oleh semua orang dan tentu saja bukan kemampuan yang dengan mudahnya bisa dilakukan semua orang. Yang artinya, orang-orang itu cukup bodoh untuk merendahkan nilai diri sendiri. Kemampuan kok mau dibayar murah. Tetapi yang lebih penting, dengan mereka melakukan itu. Berarti mereka juga lah yang membuat orang-orang yang tetap rela “menulis” dibayar dengan sedemikian rendah. Bedebah.
Yang paling bedebah tetep si pemberi kerjanya. Sampe tega bayar segitu. Si penulis mungkin ada satu kondisi yg mungkin susah kita pahami sampe dia rela dibayar murah.
Tapi dengan apa yang lo tulis gw setuju dan sepakat banget.
Saya juga setuju, kalo mencari siapa yang salah pasti gak ada ujungnya.. lebih baik kita memperbaiki tulisan agar lebih bernilai..
Ada yang bilang ada harga ada rupa
Kalo menurut aku, prinsip ekonomi aja deh mas. Demand and supply, ketika jumlah pekerjaan yang relatif sedikit (katakanlah sponsored post/artikel murah) jika dibandingkan dengan jumlah penulis (bloger) yang semakin hari semakin banyak, maka yang ada adalah penurunan nilai jual artikel yang diberikan. Mungkin dia hanya punya budget katakanlah 2 juta, ia ingin ada 20 artikel. Maka, jatah tersebut hanya untuk 10 artikel saja. Bloger yang mau ya nerima, yang ndak? Ya ndak perlu mel ngomel~
Tapi, yang perlu mel ngomel sih ya kalo 10 artikel 170 ribu. Mau misuh tapi kok ya ndak bisa ngomong asuuuuu~
17 rebu satu artikel? Saya mendingan jadi kang parkir indomaret, sejam dapet lah 80 rebu, mah.
Puh gilak tulisannya… komentar atasku juga bikin ngakak… 😀
aku juga pernah jadi bagian dari penulis murahan. tapi nggak semurah 17ribu per artikel juga siih… nggak semurah 3ribu yang cilok aja nggak dapat.
kalo aku dapat job yang cukup murah, kupastikan itu proyekan, biar hasilnya gede
duh laaaah ribet bahas job murahan
harusnya nih yaaa, blogger itu bisa ngasih emot2 negatif atau komen sumpah serapah di para pembuat status itu. ehtapi saat mau komen negatif, malah nggak tega sama penulis yang komen juga dan rela ngambil job itu
duh laaaaaah
Ah. Kenapa ini membuatku menyesal karena tidak melanjutkan tawaran menulis dari media kesehatan coba? Aku sempat mematok harga kisaran 50 ribu untuk satu tulisan. Namun, karena artikel yang dibuat tidak sesuai dengan gaya artikelku. Aku pun mulai kehabisan inspirasi dan ujung-ujungnya tidak kulanjutin lagi tawaran tersebut. Ya, aku masih jadi penulis lepas or let’s say yang benar-benar belum pernah menjadikan penulis sebagai profesi. Hanyalah sebagai celah mengisi waktu kosong belaka.
bedabah kali bah. 17 rebu untuk 1 artikel dan mengugnakan alat untuk mendapatkan tulisan. menurut aku 2 2 nya salah satu karena mereka maggunakan alat itu bagi mereka 1000 artikel sehari its fine dan itu berdampak pada perusahaan yang memandang dengan harga segitu mungkin kami bisa mendapatkan 1000 artikel. its fine….
merendahkan banget tuh honor segitu
itu yg kasi kerjaan mungkin mikir ga pake otak yang waras..maaf
bukan nyombong ya
saya juga di daerah
di kepulauan
ga pernah terima job untuk nulis artikel senilai 50 ribu
apalagi yang 170 ribu untuk 10 artikel
saya aja baru cancel job dr web luar..dibayar dollar
lumayan 1 tulisan 50 dollar
tp saya cancel krn ga bisa fokus sebab ada kerjaan kantor yg butuh perhatian
cukup deh saya kerjasama 4 tulisan
memang sih..honor senilai jg dengan kwalitas tulisan
Duh.. ternyata om Dhika lagi bahas job nulis juga, nih 🙂
Saya sih setuju dengan inti tulisan ini (tapi tanpa kata2 kotor ya, pisss :D), dan enggak mau “direndahkan” dengan upah serendah itu (meski dulu saya juga pernah mengalaminya).
Tapi, saya tetep menghargai juga penulis atau blogger yang ngambil tawaran nulis dengan fee rendah. Ada banyak alasan sih ternyata, yang bagi mereka logis sesuai dengan sikon mereka 🙂
Halo, saya adalah salah satu content writer di agensi baru kalau bisa dibilang begitu. Bayarannya berkisar dari 30 ribu hingga ratusan ribu/juta tergantung berapa banyak kata yang diminta tanpa embel-embel apapun kecuali persyaratan konten dan kata kunci yang harus dimasukkan. Buat aku yang melakukannya sambil iseng-iseng itu udah lumayan sih. Secara aku masih gak ada pengalaman. But I don’t think to define harga diri rendah sama seperti harga tulisan rendah itu sama adalah bijak. Sebagai content writer yang bisa dibilang murahan, saya merasa bahwa job yang diberikan gak terlalu susah dan memang setara sama bayarannya. Kecuali ya kalo membutuhkan banyak effort dan research baru saya meminta lebih. Intinya sih dalam hal ini, know yourself and your skill first. Karena untuk pemula, mendapatkan bayaran tinggi sangatlah susah. Tapi kalo emang bayarannya sangat rendah dan beban kerjanya tinggi, ya jangan diambil. Gampang toh :”)?
aku penasaran sih kak, untuk tulisan seharga 17 ribu per artikel itu kayak gimana. Beneran pengen tahu.
Sediih yaa…kalau dibayar sedemikian rendahnya.
Padahal nulis teh…pakai mikir, tenaga dan waktu.
Jadi saya tetap selektif mengambil job.
Haturnuhun mas Dhika…sudah dikuatkan.
Please don’t judge me karena pernah jadi bagian orang yang memosting job macam itu. *Sekarang sudah keluar.
Bagaimanapun kenapa harga itu keluar karena memang masih banyak yang berminat dengan harga tsb. Malah dulu sering banget dapat pelamar yang memohon-mohon untuk diikutkan menjadi penulis “dengan harga tsb”.
Tapi tenang, prinsip ada harga ada rupa itu benar adanya ko.
Yg ginian itu dilema memang mas
Terkadang penulisnya terpaksa nerima job dg fee murah karena kebutuhan.
Penyewa jasa kan sama dengan pembeli, pasti cari yg murah kan ya.
Jadi bayaran murah terjadi terus menerus
Haduhhh
Aku blm pernah nulis borongan harga segitu. Gile aje 17 rb dg segudang persyaratan. Kalau nulisnya suka2 gue itu lain soal
Kdg emang ngeri krn kok ya msh pd tega ngasih harga segitu setelah meras otak
setuju sekali dengan Bang Dhika, tega banget itu yang nyari kerja dan kasihan bagi mereka yang mau menerimanya. sebagai penulis kita harus memiliki harga diri (ceilee), menulis itu enggak gampang apalagi dengan syarat di foto yang Bang Dhika unggah itu. Belum lagi bagi seorang ibu seperti saya, saat menulis itu saya harus curi-curi waktu, entah saat mengurus anak, bekerja, atau tengah malam saat semua orang tidur. jadi, hargailah diri kita sama seperti dengan waktu yang kita habiskan untuk menulis
Ada yang mau saya sampaikan,
1. Saya suka menulis tetapi secara profesi, saya baru mulainya tahun 2012-2013. Saat itu fee yang saya dapatkan bahkan cuman 7500 untuk 300 artikel. Nah sebenarnya, harga tersebut cukup wajar untuk profesi penulis awal saat ini. Masalahnya si pemberi kerja tidak memberikan jelas informasi soal jumlah kata dan apakah boleh penulis pemula untuk mendaftar.
2. Si pemberi kerja ada 2 kemungkinan, dia adalah blogger bisnis, artinya dia adalah orang yang punya blog untuk mengejar pendapatan dari Adsense dan lainnya. Yang kedua dia adalah agency penulisan. Bisa saja orang tersebut membuka jasa menulis karena kewalahan, dia membuka lowongan. Tentu harga dari klien bukanlah 17 ribu.
3. Pernyataan 1 dan 2 tidak untuk membenarkan si pemberi kerja, tapi dalam hal ini ada perbedaan ketika kita menulis di blog dan dapat pekerjaan menulis pariwara dan juga menulis untuk blog orang dengan bayaran tertentu. Tentu tidak semua punya kesempatan untuk bisa mengirimkan tulisan ke situs yang Mas Andhika maksud. Tapi, semuanya ada proses. Siapa tahu mungkin ada yang mendapatkan pekerjaan itu kemudian dia berkembang dan harganya naik.
eh, kayaknya lebih seru kalau saya balas lewat blog juga yah…. ah
Waaah
Daripada dibayar segitu mending nulis pake hati di blog sendiri. Syukur-syukur ada yabg mau bayar nanti. Hehe
By the way, ini kenapa jalan terus ya…. 😟
Menulis itu artinya mengumpulkan ide. susahnya minta ampun. butuh waktu, tenaga dan pikiran. bahkan support yang harus disediakan untuk membuat tulisan bisa jadi lebih mahal 170rb. kembali lagi ke bloggernya sih apakah punya bergaining atau ngga. Semoga pemberi kerja nulis makin sadar bahwa membuat karya tulisan itu ngga gampang
Saaya sependapat dengan tulisan kamu Dik, hanya saja sebagian blogger terutama yang punya sedikit akses (didaerah) yang mana mereka ini tidak mempunyai pekerjaan tetap, hanya mengandalkan recehan dari CP yang mereka kumpulkan dan lama2 “mungkin” menjadi bukit dan kalau sudah begitu mereka lambat laun mulai meningkatkan rate penulisan.
Hiks .. harganya murah sekali, ya …
Baiknya narablog itu ada persatuannya atau semacam serikat gitu…jadi ada yang memperjuangkan harga pembuatan sebuah artikel. Sehinggai, gak akan ada pemberi kerja yang masang tarif rendah.
Etapiii..semua disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan masing-masing. Barangkali ada beberapa pertimbangan, ketika mereka mau mengambil kerjaan dengan harga yang murah.
Kejam ya, mintanya yang sempurna bisa nulis bagus paham SEO dll tapi tidak memberikan imbalan yang setimpal oh dunia sungguh kejam~
menurut mas Dika,, pilih jadi penulis murahan atau penerima content placement murahan 😀
Bebas, selama bisa jaga kualitas. Tapi kalau harus milih, nerima konten bayarannya jauh lebih manusiawi ketimbang yg saya sebut di atas ya.
Tapi nerina konten juga, menurut saya, sebaiknya tetap jaga gaya tulisan, gak asal terima.