Banyak sekali hal-hal indah nan menyenangkan yang terkenang di kehidupan medio 90-an. Untuk anda yang kebetulan pada masa itu tumbuh besar di Bandung, pastilah Taman lalu lintas menjadi salah satu bagian dari memori yang menyenangkan tersebut. Ia mengajarkan banyak hal : ilmu, kedisiplinan, tata krama dan banyak lagi yang tentu saja dibalut dengan permainan yang asik. Seperti kebanyakan anak di masa itu, saya menjadikan Taman lalu lintas sebagai salah satu tempat favorit, tempat yang mana akan membuat saya memaksa parah orang tua untuk mengajak saya kesana.
Seringkali orang tua dulu mengajarkan kita untuk bermain sambil belajar. Itulah yang saya alami setiap kali bermain disana. Hampir semua rambu dan petunjuk jalan yang saya ketahui saya pelajari di arena bermain Taman lalu lintas. Aih, rindu rasanya. Di awal Juni 2016, setelah hampir 15-20 tahun. Saya kemudian menginjakan lagi kaki kesana. Saya dibuat terkejut. Taman lalu lintas, tetaplah taman yang saya kenal dulu. Hampir tidak ada yang berubah, benar-benar hampir tidak ada yang berubah.
Apa yang saya maksudkan dari kalimat terakhir pada paragraf sebelumnya adalah tentang bentuk fisik. Secara fisik, nampaknya pengelola Taman lalu lintas sama sekali enggan untuk berubah. Saya ingat betul, ketika itu, setelah melewati pintu masuk saya langsung dihadapan dengan banyak sekali rambu-rambu lalu lintas, yang lalu oleh orang tua saya kemudian dijelaskan mana rambu dilarang berhenti, dilarang belok kiri, dilarang masuk dan lainnya. Lalu kemudian disana kita akan menemukan kereta api mini, kolam renang mini, karousel (komidi putar), patung-patung binatang yang beberapa diantaranya bisa kita naiki, arena bersepeda dan juga permainan fisik lain yang menyenangkan untuk anak seperti ayunan, perosotan, jungkitan dan lainnya. Untuk melahap habis semua permainan itu, saya rela untuk menghabiskan waktu seharian penuh di Taman lalu lintas.
4 Juni 2016. Saya memiliki rencana untuk mengajak Daffa bermain. Tujuan semula adalah Kebun Binatang Bandung. Tetapi mendengar pemberitaan yang negatif tentangnya, terlebih jarak yang cukup jauh dari tempat kami tinggal membuat saya mengalihkan tujuan ke Taman lalu lintas. Sebetulnya kunjungan kesini terlalu cepat mengingat Daffa yang baru berusia 14 bulan, tapi tidak ada salahnya untuk mengajak anak bermain keluar, bukan ??. Saya menjadi tidak sabar. Sepanjang perjalanan saya tersenyum sendiri demi mengingat akan napak tilas dengan salah satu tempat terbaik di masa kecil.
Kekecewaan muncul karena ekpektasi yang terlalu tinggi. Sepanjang jalan saya berharap banyak perjalanan ini akan menarik dan menyenangkan. Tetapi ?? Astaga, jika bukan karena jarak rumah yang jauh dan saya sedang membawa anak, saya ingin langsung pulang begitu berjalan beberapa belas langkah dari pintu masuk. Suasana yang ada sekarang ini membuat saya merasa ilfil. Rambu-rambu lalu lintas yang ada di dekat pintu masuk masih gagah berdiri. Tapi lihatlah, tak ada satupun anak yang tertarik melihatnya. Anak mungkin tak tahu untuk apa itu fungsinya, tetapi para orang tua seperti abai dengan fungsi belajar yang menjadi tujuan utama tempat ini didirikan. Sedang, ketika itu, setiap kali saya melewati pintu masuk orang tua saya (dan banyak juga orang tua lain) akan memaksa saya untuk berdiri sebentar, melihat teliti semua rambu sambil dijelaskan oleh mereka apa saja artinya. Beberapa diantaranya wajib saya patuhi selama bermain disini. Saya mengedarkan pandangan ke sekeliling, hari itu boleh jadi sedang ada kunjungan wisata dari taman kanak-kanak entahlah, pakaian yang digunakan kebanyakan anak-anak seragam serta banyak sekali orang tua berkumpul berkelompok. Dan, kelompok para orang tua inilah yang membuat saya semakin ilfil.
Bagaimana tidak, di tempat seharusnya anak kecil mendapat pengajaran tentang berlalu lintas dan banyak hal lainnya, bayak dari mereka menemani anaknya bermain sambil : merokok. Ini adalah poin ilfil pertama. Astaga, saya perokok berat tetapi saya tidak pernah sudi merokok didekat anak kecil. Rokok saya matikan atau setidaknya sayalah yang harus pergi menjauh. Mereka tidak, biasa saja. Beberapa diantaranya bergerombol, merokok bebas sambil melihat kumpulan anak sedang menikmati bekal santap siang. Ketika sekelompok orang berkunjung ke suatu tempat, membawa makan dan bergerombol menikmatinya. Apa yang terjadi berikutnya ?? Betul, sampah yang berserakan, poin ilfil yang kedua. Jangan salahkan anak-anak kecil itu ketika kelak nanti mereka membuang sampah sembarangan.
Sekecil itu, Daffa suka sekali bermain air. Oleh karena itu saya merasa harus untuk mencari wahana yang berkaitan dengan air terlebih dahulu. Saya ingat Taman lalu lintas memiliki beberapa wahana air : kolam renang, kolam pemancingan ikan mainan dan air mancur mini dekat patung kuda nil. Saya menghapus kolam renang dari daftar, kami tidak membawa peralatan berenang untuk Daffa. Maka berikutnya saya berkeliling mencari kolam pemancingan dan air mancur. Tak sulit menemukannya, tapi tak lantas kemudian kami bisa menikmatinya. Kuda nil itu masih ada, air mancur mininya yang hilang entah kemana. Di kolam pemancingan ikan ?? Astaga, apa susahnya membersikan kolam dan mengganti mainan-mainan ikan yang sudah rusak. Penjaga kolam yang (juga) merokok, lumut yang tebal di banyak sekali bagian kolam serta ikan mainan yang mati (tidak mengambang) yang tenggelam tidak bergerak di dasar kolam membuat saya maklum kenapa kolam ini begitu sepi. Dengan kondisi begitu, apa kesenangan dan manfaat yang bisa anak ambil??.
Yang berikutnya lebih parah. Salah satu destinasi favorit di Taman lalu lintas adalah kereta mininya. Dengan ini kita berkeliling satu-dua putaran di bagian utara taman. Tentu menyenangkan berkereta sembari menikmati indahnya Taman lalu lintas yang hijau dan asri. Maksud saya, dulu. Sekarang ?? Anda tetap berkeliling, tetap melihat Taman lalu lintas yang hijau tetapi anda kemudian akan mendapat bonus, ehm masih ingat tentang sampah yang saya bicarakan di atas?? Itu bonus untuk anda. Dan lagi, anda tidak akan terlalu menikmati santainya berkereta mini karena sepanjang perjalanan anda akan terganggu dengan suara karat yang entahlah berasal dari mana. Yang saya tebak, kereta itu tak pernah diganti atau sekedar diurus selama beberapa belas tahun terakhir. Pantas saja, dari sekian banyak pengunjung di hari itu, hanya beberapa saja yang sudi menaiki kereta ini. Dari dua rangkaian, hanya satu saja yang beroperasi. Oh, iya. Untuk mengelilingi Taman lalu lintas sekarang ini ada alternatif lain menggunakan kereta motor. Ehm, itu loh seperti media yang digunakan para penjaja tahu bulat atau air galon isi ulang.
Saya berkeliling lagi, napak tilas sembari mencari wahana yang lebih baik untuk bisa dinikmati oleh Daffa atau setidaknya bisa ia lihat untuk kemudian ia ingat dikemudian hari. Di waktu saya berkeliling saya menemukan beberapa wahana yang masih digandrungi oleh anak-anak yang datang di hari itu. Arena bersepeda -Daffa belum bisa naik sepeda , arena permainan digital seperti di pertokoan besar –untuk apa di taman lalu lintas ada yang seperti ini dan terakhir arena permainan fisik seperti yang ada di taman kanak-kanak. Ironis, atau saya yang berlebihan memaknainya, kumpulan anak yang melakukan kunjungan wisata bersama sekolah TK-nya dan memainkan permainan yang sama dengan yang ada di … sekolahnya.
Saya memutuskan untuk pulang. Tapi Daffa bereaksi ketika mendengar musik dari arena komidi putar. Sekedar informasi, anak ini memang suka sekali joget setiap mendengar musik. Saya putuskan untuk mengajak Daffa menaiki komidi putar itu, lagi-lagi sepi. Entah karena tampilannya kurang menarik, atau karena lagu yang diputar adalah lagu anak-anak? (dan anak-anak sekarang lebih menyukai lagu dewasa). Tebakan saya salah, atau boleh jadi benar hanya saja kurang tepat. Alasan lain komidi putar ini sepi adalah, ketika komidi mulai berputar suara musiknya kalah keras oleh suara karat yang berdenyit. Astaga, Daffa yang sedang asik berjoget di atas kuda-kudaan langsung menangis kaget. Lima menit setelahnya, saya menggendong Daffa di tengah berisiknya komidi putar dan ditemani oleh kuda, angsa dan binatang lain yang diam serta dua-tiga orangtua lain yang -lucunya juga menggendong anaknya.
Selepas dari itu saya benar-benar memutuskan untuk pulang. Berarti lebih kurang hanya satu jam saya “kuat” berlama-lama disini. Dari tempat komidi putar sampai pintu keluar, saya melihat beberapa patung binatang yang sudah tidak berbentuk binatang. Kuping yang terpotong, paruh yang entah kemana, moncong yang rusak, ah, mengenaskan. Andai saja para pecinta binatang memasukan “patung” kedalam daftar binatang yang harus mereka lindungi, pastilah Taman lalu lintas kena petisi berulang kali.
namanya unik… taman lalu lintas. disitu banyak kendaraan kah?seperti taman polisi aja,heheh
Betul, memang tujuan dibuat untuk mengedukasi anak-anak tentang per-lalulintas-an. Banyak sekali rambu disana
Heu, sampah itu juga yang sering bikin acara jalan2 nggak asik 🙁
Omong2, waktu anak saya TK, gurunya juga gitu pas ke TLL. Sama sekaliiii nggak ngenalin anak2 dengan kelalulintasan. Malah heboh sama bortram….abis itu ibu2nya nyampah deh :'(
Iyaa, sayang sekali yaa. Padahal ilmunya cukup baik disitu.
Bang ucha, kenapa tulisan ini gak kamu tag ke akun medsosnya pak ridwan kamil.. biar ini bisa mendapat perhatian lebih, dan direnovasi.
Taman lalu lintas itu penting buat perkembangan anak, khususnya pengetahuan anak tentang lalu lintas dan segala rambu-rambu yg ada serta pelbagai larangannya..
Sudah sempat dilakukan, mungkin tertumpuk dengan ribuat mention lainnya. Semoga sempat dibaca 🙂
Wah sayang banget ya kurang terawat