Scroll Top

Huawei Nova 3i: Hasil Sebuah Pertimbangan

Untuk urusan gadget dan telepon genggam, saya pernah berada di fase hedon di mana saya merasa perlu untuk berganti perangkat dalam setiap hitungan bulan hanya demi menjaga predikat kekinian. Harga? Urusan belakangan. Saat bujang, saya koaya roaya. Jika pun saat itu saya kehabisan uang, saya tidak terlalu peduli. Tidak banyak yang harus saya pikirkan. Namun, setelah menikah, terlebih setelah memiliki anak, banyak sekali hal yang saya pertimbangkan jika harus mengganti telepon genggam. Di usia pernikahan yang menginjak usia 4. Baru dua kali saya berganti perangkat. Yang terakhir, baru saya dapatkan dua minggu yang lalu.

Jika di masa bujang pertimbangan ganti perangkat hanya sebatas urusan gaya –yang penting merek kali ini saya begitu menitikberatkan pada fungsi dan, tentu saja, harga yang bersahabat.

Fungsi utama yang saya cari adalah kamera belakang. Maka pada rentang harga yang saya sanggupi, saya memiliki daftar beberapa merek yang memiliki keunggulan di kamera. Hasil filter selama lebih kurang dua minggu saya berkutat di youtube dan beberapa situs ulasan telepon genggam. Hasilnya mengerucut ke tiga nama: Xiaomi Redmi Note 5 Pro, Vivo V9 dan Oppo F7. Dilanjutkan dengan membandingkan di antara ketiganya. Terakhir, saya putuskan untuk berkunjung ke toko fisik, melihat dan mencoba langsung tiga perangkat tersebut. Hasilnya? Muncul satu nama tambahan: Huawei Nova 3i. Lucunya, nama terakhir yang akhirnya saya ambil.

Ya enggak langsung juga, sih. Dari hasil kunjungan tadi, tiga nama pertama yang disebutkan telah mengerucut ke satu nama: Vivo V9 (versi 6GB). Tapi setelah ada pembanding baru, saya melanjutkan penelusuran untuk membandingkan dua nama tersisa. Hasilnya? Secara pribadi, untuk aspek yang saya butuhkan, keduanya memiliki spesifikasi yang hampir sama. Adapun alasan utama akhirnya saya memilih Huawei Nova 3i itu sederhana. Di lingkaran sosial saya, belum ada yang menggunakan merek ini. Dan saya memang suka menjadi berbeda.

Sesederhana itu.

Hasil Perbandingan | Dari Ki-Ka: Oppo F7, Redmi Note 5 Pro, Nova 3i, Vivo V9

Sudah saya sebutkan di atas bahwa fungsi utama yang saya cari adalah kamera belakang terutama untuk foto, bukan video. Dan di kelasnya, Huawe Nova 3i memiliki hasil yang lumayan. Spesifikasinya, diambil dari gsmarena, ia dibekali kamera belakang yang memiliki resolusi 16MP dengan bukaan aperture sebesar f/2.2 dan ditambah satu kamera resolusi 2MP untuk menghasilkan efek bokeh. Dan dari yang saya baca kemudian, ia juga memiliki dua teknologi autofocus yaitu Phase Detection Auto Focus (PDAF) dan Contrast Detection Auto Focus (CDAF) fungsinya apa? Saat beli, saya tidak terlalu peduli. Tahunya, ya lumayan juga. Detailnya tentang PDAF dan CDAF silakan dibaca di tempat yang lebih berfaedah: How Phase Detection Autofocus Works.

Ia juga memiliki beberapa mode pengambilan gambar tambahan. Mulai dari Slow Mo, Panorama, 3D Panorama, Light Painting sampai dengan pengaturan manual di mode Pro untuk yang memiliki pemahaman fotografi tingkat lanjut. Lumayan, lah. Meski belum tentu saya gunakan juga semua mode tersebut.

Kamera depan? Sama-sama memiliki dual camera, lebih kurang spesifikasinya sama, yang membedakan jika di belakang menggunakan resolusi 16MP, di kamera depan ia dibekali dengan resolusi 24 MP dan bukaan aperture f/2.0. Ada juga teknologi fusion pixel yang dibenamkan pada kamera depan. Mode High Dynamic Range (HDR) yang biasanya muncul di kamera belakang, kini di Huawen Nova 3i tersedia juga di kamera depan.  Dengan ini, menurut Huawei, dapat membuat foto yang dihasilkan menjadi lebih tajam dan terang. Saya sendiri tidak memiliki pengalaman berswafoto yang baik. Tidak seperti Fandy yang bisa selfie sambil baca buku. Jadi saya tidak terlalu paham apakah teknologi fusion pixel (atau pun HDR) itu sedemikian berpengaruh di hasil foto kamera depan.

Sebagai handphone kekinian, Nova 3i juga memilik fitur Artificial intelligence (AI) pada kameranya. Ketika fitur ini dinyalakan, ia akan memberikan rekomendasi pengaturan yang (dianggap) cocok dan sesuai untuk diterapkan di mode pengambilan gambar tersebut. Sayangnya, rekomendasi yang diberikan terkadang lebay. Apalagi ketika berada di luar ruangan dan berfoto di latar yang penuh warna. Foto yang dihasilkan dari rekomedasi AI cenderung kurang natural. Gradasi atau saturasi pada foto menjadi lebih kontras. Warnanya berlebihan. Untungnya, fitur AI ini bisa di-nonaktifkan baik sebelum atau pun setelah foto itu dibuat.

Meski begitu, kualitas foto di tempat yang pencahayaannya kurang, masih tidak terlalu baik. Begitu juga kualitas videonya yang kurang stabil. Tapi untuk rentang harga segitu, ya, wajar lah. Berita baiknya, sebagai handphone kelas menengah ia sudah memiliki AR Sticker dan QMoji (Animoji jika menggunakan bahasa brand lain). Cocok untuk orang yang suka lucu-lucuan ketika berswafoto. Untuk saya, sekali lagi, tidak terlalu berpengaruh.

[TABS_R id=4054]

Itu bagian kameranya. Fitur yang saya utamakan. Agar ulasan ini dapat lebih dinikmati banyak pihak. Saya tambahkan juga informasi spesifikasi lainnya.

Catatan: karena saya bukan pakar, banyak informasi di bawah ini yang saya ambil dari gsmarena.

Pada layar, Huawei Nova 3i dibekali dengan ukuran yang lumayan besar. Ukuran layar 6.3” di bodybody yang tidak lebih besar dari perangkat saya yang sebelumnya yang hanya memiliki ukuran layar 5.5”. Juga dibekali dengan FullView display yang memiliki aspek rasio sangat besar, yakni 19,5 : 9. Dengan aspek rasio seperti ini tentu kita akan mendapatkan pengalaman visual yang menyenangkan. Itu wacananya. Nyatanya karena belum terlalu banyak aplikasi yang mendukung rasio seperti itu. Saya menemukan beberapa kendala. Misalnya, ketika melihat instastories ada bagian yang terpotong. Ketika menonton youtube atau film dari video player, ada bagian hitam yang menonjol di sisi kanan kirinya. Memang baik video player atau pun youtube dapat diubah ke mode tampilan penuh. Namun, sayangnya gambar yang dihasilkan jadi kurang proporsional. Tenang, ini bukan kesalahan perangkat. Di beberapa waktu ke depan, ketika aplikasi pihak ketiga telah siap. Seharusnya bukan lagi menjadi masalah.

Terakhir, untuk resolusi layarnya sendiri. Nova 3i layar memiliki resolusi FHD+ (1080 x 2340 pixels). Yang menghasilkan kerapatan 409 PPI (pixel per inch). Lumayan, lah. Mengikuti tren yang sedang berkembang di pasar, Nova 3i juga memiliki poni di bagian atas layar sebagai tempat bercokolnya kamera depan. Tapi jika kamu berada di golongan anti-notch, tidak masalah. Si Poni bisa disembunyikan, kok.

Yang menjadi salah satu aspek promosi Huawei untuk Nova 3i ini adalah gradasi warna pada bagian bodinya. Di hampir semua media promosi, yang ditampilkan adalah tipe warna iris purple. Saya yang macho tidak memilih warna tersebut. Jadi bagian ini tidak akan saya bahas.

Tidak seperti saya, pertimbangan utama orang lain ketika membeli telepon genggam, biasanya, adalah performanya. Jika begitu, lagi-lagi dari gsmarena, Huawei Nova 3i bukan pilihan yang terlalu buruk juga di kelasnya. Ia ditanamkan chipset prosesor terbaru dari Huawei yaitu Kirin 710. Dari apa yang saya baca, Kirin 710 ini bisa menjadi pesaing untuk chipset Snapdragon 710 dari Qualcom yang telah memiliki nama. Kirin 710 memiliki 8 inti otak yang terbagi dua menjadi 4 inti otak untuk performa tinggi (Cortex – A73 yang berkecepatan 2,2 GHz) dan 4 inti otak untuk konsumsi daya baterai rendah (Cortex – A53 yang berkecepatan 1,7 GHz). Karenanya, baterai Nova 3i yang ‘hanya’ berkapasitas 3300Mah, dengan pemakaian socmed yang intens plus sedikit bermain game dan menonton video masih bisa digunakan setengah harian. Score Antutu yang mencapai 138.000 menjadi salah satu bukti performanya yang lumayan di kelas menengah.

Saya tidak terlalu aktif bermain game melalui ponsel. Jadi saya tidak memiliki contoh terlalu banyak untuk menjabarkan performanya. Tapi sebagai gambaran, saya bermain Asphalt 9, dan tidak mengecewakan. Malah sensasi bermain Asphalt 9 ini menjadi menyenangkan, dengan visual yang mengagumkan dengan kontrol permainan yang sangat sederhana, alih-alih bermain game saya merasa sedang menonton video. Pun ketika saya harus berpindah aplikasi, kerennya multi-tasking, RAM-nya yang 4GB lebih dari cukup untuk memberikan pengalaman yang baik.

Sekarang ini, saya menggunakan dua nomor telepon dari dua operator yang berbeda. Keduanya saya beri makan paket data. Bukan karena saya kaya raya, tapi karena di rumah koneksi yang mendukung adalah Si Merah, sedangkan di kantor Si Kuning lebih kuat sinyalnya. Dan untuk kasus seperti ini memiliki Nova 3i menjadi pilihan yang menarik. Ia memiliki fitur Dual SIM. Biasa? Iya, tapi ia juga memiliki fitur tambahan yaitu Dual 4G. Jadi kedua kartu yang saya gunakan tetap dapat mendapatkan hak 4G yang sama. Kesetaraan dalam berkoneksi menjadi kunci bersosialisasi masa kini.

Menggunakan dua nomor di handphone dengan jenis dual SIM hybrid berarti harus merelakan slot MicroSD hilang. Tapi tampaknya pengguna Nova 3i tidak terlalu membutuhkan MicroSD karena ia memiliki memori penyimpanan internal yang sangat besar. 128GB. Sepanjang pengalaman saya, itu amat lebih dari cukup. Ketika data dari telepon lama saya dipindahkan ke Nova 3i, ia masih menyisakan sekitar 70GB ruang kosong.

[TABS_R id=4047]

Harga? Dari rilis resminya Huawei Nova3i dibanderol dengan harga Rp 4.199.000. Cukup menarik dengan spesifikasi yang ditawarkan. Tapi saya membeli di masa pre-order. Saat itu ada potongan harga Rp 200.000 itu ditambah bonus handsfree Bluetooth dan Powerbank 6700 Mah. Sekarang, di toko online, sudah cukup banyak yang menawarkan harga di bawah harga resmi.

Dari saya, untuk sobat nanggung yang anti-mainstream Huawei Nova 3i amat layak untuk dipertimbangkan, kok. Coba aja sekali-kali menjadi beda.

Related Posts

Comments (1)

keren ah. gue juga pengen punya.

Leave a comment