Ingatanku berkelebat. Rasa-rasanya baru kemarin aku mengambil jatah cuti separuh waktu, memesan moda tranportasi dalam jaringan, menembus padatnya jalanan ibukota di waktu siang. Sesuatu yang jarang sekali aku lakukan di waktu yang biasanya. Untungnya beberapa pekerjaan telah aku selesaikan sebelum tenggat waktu. Beberapa pekerjaan yang lain bisa aku delegasikan. Setidaknya urusan cuti ini menjadi mudah jika tidak ada hutang pekerjaan. Aku tidak mungkin mendapat panggilan dari kantor semasa cuti. “Bang, macetnya parah ini. Kita lewat jalan tikus, ya?” pengemudi transportasi itu bertanya. Tanpa perlu menunggu persetujuanku, ia memasuki lajur-lajur sempit diantara gedung tinggi ibukota.
Vivo
“Agak dipercepat ya, Bang” sahutku pada pengemudi moda transportasi dalam jaringan yang aku pesan. Aku melihat ke arah jarum jam. Pukul sepuluh lebih dua puluh lima menit. Jalanan ibukota menjelang siang masih belum menunjukan tanda-tanda kekosongan. Padatnya kendaraan yang memenuhi hampir seluruh ruas jalanan ibukota membuat waktu tempuh menjadi tak terduga meski jaraknya hanya sepelemparan batu (yang dilempar agak jauh). Pukul sepuluh lebih empat puluh menit. Aku mulai berkeringat dingin. Dua puluh menit yang akan datang aku sudah harus berada di lokasi. Dimana aku akan menghadiri peluncuran salah satu produk di kawasan bisnis terpadu di Ibukota yang jaraknya masih cukup…