Aku baru pulang kerja waktu itu, dan telepon berdering kencang, mengalunkan nada yang aku hafal sebagai tanda berita bahagia. Nada yang sengaja aku khususkan untuk dirinya, lelaki yang kini sedang menikmati rimba pengalaman kerja pertama, di salah satu kota yang terkenal dengan kembangnya yang merona. Dibuka dengan nada manja, kau balas dengan nada datar seperti biasa. Nada datar yang aku hafal sebagai tanda berita bahagia penuh dilema. Dan, ternyata benar, aku buka dengan ucapan sayang, kau tutup dengan perpisahan. Begitu sajakah? Ah sialan!
Penulis tamu
Kamu tidak lagi menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Semua sudah tiada, ketika kita sepakat untuk tidak meneruskan. Satu hal penting dalam hidup selama aku berkeliling “apa-apa yang terburu-buru tidaklah enak”. Dan kamu melakukannya. Aku sengaja melonggarkan waktu untuk kita dengan tujuan mengenal lebih jauh kita agar tidak terperangkap dalam relung hati, tapi kamu berusaha terburu-buru dan tidak mengindahkan kodeku. Kemudian kita bersama, lalu kamu tidak suka pada beberapa bagian, lalu aku pun juga sama. Hasilnya? Kita berusaha sempurna di mata orang lain, tapi hati kita tidak nyaman. Tragis.