Scroll Top

13 Reasons Why

Kecuali Anda tinggal di dalam gua, atau terlalu khidmat dengan pilkada dan segala isu di dalamnya, atau terlalu banyak bermain di Path, alih alih twitter, untuk memamerkan segala kemewahan yang Anda miliki, atau lebih senang dimanjakan dengan sinema elektronik dalam negeri sehingga Anda tidak memedulikan tontonan yang lain. Anda pasti pernah melihat, atau setidaknya mendengar, tentang sebuah serial televisi dari negeri seberang yang diangkat dari buku laris karya Jay Asher dengan judul yang sama: 13 Reasons Why.

Saya sendiri sebenarnya tidak terlalu tertarik mengikuti serial televisi. Terlebih untuk serial televisi yang telah bergulir sejak lama. Alasannya sederhana, dengan rata-rata durasi penayangan enam puluh menit, dikalikan rata-rata sepuluh sampai tiga belas episode, dikalikan beberapa season. Saya malas membuang waktu sebanyak itu hanya untuk mengikuti suatu lakon gambar. Jikapun saya berkesempatan untuk melihat serial televisi populer yang sedang tayang. Saya malas menunggu bagaimana kelanjutannya. Dibuat penasaran tidak melulu menyenangkan, bukan?

Namun akan selalu ada pengecualian dalam setiap kasus. Setelah beberapa kali saya melihat 13 Reasons Why pada linimasa media sosial, saya memutuskan, untuk sementara waktu, mengubah kebiasaan itu. Membuang waktu tidur selama perjalanan pergi pulang ketika bekerja, sehingga mengharuskan saya menggunakan penyedia daya portable untuk perangkat genggam saya. Telat datang ke kantor akibat tidur terlalu larut pun tidak masalah. Menurut saya, itu harga yang pantas untuk kepuasan yang saya dapat setelah dua hari menyelesaikan episode demi episode 13 Reasons Why.

Tema perundungan menjadi alasan utama untuk saya bersedia melakukannya.

Sumber gambar: xfdrmag.net

Pertama kali saya memahami tentang perundungan adalah ketika saya menonton film Ekskul beberapa tahun yang lalu. Ketika itu saya masih duduk di bangku SMA. Bagaimana diceritakan seorang remaja yang sedemikian depresi karena sering kali mendapat perilaku yang tidak menyenangkan dari teman atau bahkan keluarganya sendiri. Emosi saya begitu diaduk-aduk. Sedih bercampur marah melihat bagaimana intimidasi, kekerasan lisan ataupun ternyata sedemikian dekat dekat kehidupan kita sehari-hari. Disadari atau pun tidak.

Perundungan, bagaimanapun, kerap terjadi bukan hanya karena inisiatif pelakunya. Situasi lingkungan kadang kala menjadi alasan lain bagaimana perundungan terjadi. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, (2005)  pernah mengungkapkan bahwa seseorang melakukan perundungan adalah karena  ingin menunjukkan kekuasaan, marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh para pelaku, mendapatkan kepuasan belaka, dan iri hati. Lebih dari itu semua, yang paling berbahaya adalah ketika mengganggap perundungan adalah kebiasaan, atau balas dendam karena pada masa sebelumnya para pelaku pernah juga menjadi korban, mendapatkan perlakuan yang sama, sehingga menjadikannya sebuah tradisi.

Dan oleh 13 Reasons Why semua proses dan alasan-alasan yang dikemukakan di atas diceritakan dengan cara yang luar biasa. Melalui tiga belas bagian rekaman kaset pita, seorang gadis bernama Hannah Baker, diperankan oleh Katherine Langford, menceritakan tentang berbagai proses perundungan, intimidasi, pelecehan seksual dan beberapa hal lain yang akhirnya membuat ia kemudian memutuskan untuk membunuh dirinya sendiri.

Anda yang tidak terlalu suka dengan alur cerita yang lambat pasti akan dibuat bosan ketika menonton episode pertama. Saya pun merasa demikian. Bosan sekali. Seolah hanya mendengarkan cerita fiksi belaka dari seseorang yang sudah mati. Konflik yang diangkat di episode pertama pun tidak terlalu menarik untuk saya pribadi. Baru setelah menonton episode setelahnya, saya paham dan memaklumi bahwa lambatnya alur di episode pertama adalah untuk membangun pondasi cerita yang memesona. Karena berikutnya saya dibuat kagum oleh bagamana cerita disajikan. Alur dibuat maju-mundur, dengan waktu yang acak, namun saling berkaitan.  Untuk lebih mengkhidmati keseluruhan isi cerita, saya amat menyarankan untuk Anda memerhatikan setiap detailnya. Jangan khawatir untuk segera bosan. Lagu-lagu yang ada dalam original soundtrack 13 Reasons Why akan membuat Anda merasa nyaman berlama-lama dan, tentu saja, membantu Anda menyelami seluruh cerita.

“You don’t know what goes on in anyone’s life but your own. And when you mess with one part of a person’s life, you’re not messing with just that part. Unfortunately, you can’t be that precise and selective. When you mess with one part of a person’s life, you’re messing with their entire life. Everything…affects everything.”

– Hannah Bakker

Bunuh diri dan tiga belas alasan yang melatarbelakanginya

Saya memberikan nilai yang amat tinggi terhadap cara penyajian cerita melalui serangkaian rekaman kaset. Tepuk tangan penuh penghargaan amatlah pantas saya haturkan untuk Jay Asher selaku penulis buku atau pun kepada Brian Yorke selaku kreator yang mengembangkan jalannya cerita sehingga menjadi begitu memesona. Alasannya sederhana: rangkaian kaset itu menceritakan sebuah proses.

Sebelum menjelaskan lebih lanjut. Saya merasa perlu memberitahu bahwa 13 Reasons Why sejak penyiaran pertamanya telah menjadi kontroversi, mendapat penolakan dari berbagai khalayak. Bahkan di Amerika sendiri, tempat serial televisi ini dibuat, beberapa universitas ternama membuat sebuah peringatan khusus kepada para orang tua tentang bahaya yang diakibatkan oleh 13 Reasons Why. Alasannya sederhana saja, 13 Reasons Why dianggap berpotensi untuk menjadi ‘inspirasi’ bagi seorang remaja korban perundungan untuk melakukan bunuh diri. Hal ini bisa dimaklumi karena bagaimanapun, nantinya, setiap kali perilaku perundungan berakhir menjadi sesuatu yang fatal. Sekolah atau institusi tempat si korban bernaung, kerap dijadikan kambing hitam. Disalahkan karena dianggap mengabaikan perilaku perundungan yang berada di dalam lingkungannya.

Kembali kepada proses. Setiap perilaku perundungan memiliki banyak sekali proses panjang yang melatarbelakanginya. Dari mana dan kapan ia bermula? Kita tidak akan pernah tahu pasti. Buruknya lagi, karena alasan malu, jarang sekali korban perundungan yang bersedia secara terang-terangan menceritakan apa yang sebenarnya mereka alami. Oleh karena itu yang harus kita lakukan adalah mencoba lebih peduli, lebih peka, terhadap apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Jika kita tidak bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, setidaknya kita bisa mengetahui perubahan-perubahan perilaku yang terjadi pada si korban.

Karena alasan itulah saya justru memiliki pendapat yang berbeda dengan beberapa universitas ternama yang saya sebutkan di atas. Untuk mengurangi dampak dari perilaku perundungan, serial ini amat sangat harus ditonton oleh banyak sekali orang. Terutama untuk mereka yang dalam kehidupan sehari-harinya amat dekat sekali dengan perilaku perundungan.

Sumber gambar: TheOdysseyOnline.com

13 Reasons Why secara visual memperlihatkan bagaimana perubahan perilaku itu. Untuk orang tua atau pun pihak sekolah/institusi, 13 Reasons Why juga menyinggung bahwa metode penyuluhan atau pendekatan yang terjadi antara orangtua-murid atau antara guru-murid, bisa berakibat fatal jika tidak dilakukan dengan baik. Untuk korban? Untuk pelaku? Banyak sekali pesan yang bisa diambil dari cerita ini.

Jika perilaku perundungan dibiarkan tanpa tindak lanjut, orang diluar pelaku atau korban, yang hanya menjadi penonton belaka, dapat berasumsi bahwa perilaku perundungan adalah perilaku yang diterima secara sosial. Sebagaimana yang dijelaskan Victorian Departement of Education and Early Chilhood Development setiap saksi dari perilaku perundungan juga akan merasakan dampak psikologis yang berat. Dalam kondisi ini, beberapa orang mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun. Dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya.

Dalam 13 Reasons Why  peran ‘si penonton’ ini juga diceritakan dengan sangat baik melalui tokoh Clay Jensen (Dylan Minnette). Clay yang cenderung diam belaka setiap kali menemukan Hannah mendapatkan perilaku tidak menyenangkan diceritakan mendapatkan dampak psikologis yang luar biasa hebat setelah mendengarkan isi rekaman kaset yang dibuat oleh Hannah. Ia merasa bisa mencegah Hannah, teman dekatnya, bunuh diri jika saat itu ia bisa mencegah teman-temannya yang lain ketika merundung Hannah. Atau, setidaknya ia seharunya bisa menjadi teman untuk Hannah menceritakan keluh kesahnya.

Mudah? Tentu saja tidak. Untuk melakukannya dibutuhkan penanaman karakter yang kuat. Penanaman karakter diyakini akan mampu menumbuhkan semangat kebersamaan, disiplin, saling menghormati, saling menghargai, budaya malu, tanggung jawab, dan nilai-nilai lain yang dibutuhkan dalam kehidupan sosial. Dan nilai-nilai yang dibutuhkan itu, sekali lagi, diperlihatkan dengan baik dalam adegan demi adegan yang disuguhkan oleh 13 Reasons Why.

Setelah menonton ini, saya tiba-tiba berdoa. “Ya Tuhan, jauhkanlah saya dari sikap dan sifat yang dapat menyakiti perasaan orang lain.” Doa itu tidak segera saya sudahi. Selanjutnya saya tambahkan “Semoga kebiasaan saya mengatai teman-teman yang masih betah hidup sendirian, bukan bagian dari perilaku intimidasi pun perilaku perundungan.”

Related Posts

Comments (25)

Gara-gara banyak yang ngomongin jadi pengen nonton juga, cuma ya itu… soal waktu saya juga sering hitung-hitungan. Saya tidak mau menonton film berdurasi 2 jam kalau jalan ceritanya sudah bisa ditebak, atau kalau pun ada twistnya gak terlalu gimana gitu. Nonton serial ginian apalagi, saya juga mikir-mikir. Kecuali temanya saya suka, kayak serial Silicon Valley.

Pengen coba nonton ini pas libur…

Gara-gara komentar ini juga, dan postingan blog-mu, saya jadi ingin menonton Silicon Valey.

Ini harus nonton, Mas. Harus

Saya tidak mengikuti serial ini. Kurang berminat karena temanya cukup berat. Perundungan dan depresi adalah ranah psikologi yang sebisa mungkin saya hindari sbg bahan tontonan.

eerrrr.. kayaknya serialnya sadis yah?
Yang jelas, setelah baca blog ini kosakata saya nambah satu “perundungan” 😀

Wah lg nyari tv series baru nih stlh kelar nonton Big Little Lies. Kayaknya menarik nih.

Btw, br tau dgn kata ‘perundungan’ 🙂

“Semoga kebiasaan saya mengatai teman-teman yang masih betah hidup sendirian, bukan bagian dari perilaku intimidasi pun perilaku perundungan.” Akupun ingin berkata,”Amin!”
Menikmati cerita “maju mundur cantik” seru sekaligus menyebalkan. Seru karena lanjutannya tak tertebak, menyebalkan saat menebak lanjutan cerita dan salah. 😐

Awal-awal emang jenuh karena baru banget pengenalan karakter juga, kan. Semakin bertambah episode, semakin panas dan pengin buru-buru diselesaikan. Penasaran banget. Gue favoritin episode 11. 🙂
Perundungan dan pelecehan emang bikin down banget, sih. 😦 Coba ya Hannah suka curhat kayak gue di blog gitu. Mungkin banyak yang peduli. Halah.

Iya, kalau ga liat timeline akun-akun film yang rekomendasiin ini banget. Mungkin di episode pertama gue juga udahan. Episode 11. Itu pas bagian Clay ya? Sepakat.

Depresi banget anjirr

Emmm, maaf mas Dhika…
Kalau boleh tau, perundungan itu apa yaa…((bahasa yang lebih mudahnya))?

Saya sebenarnya kurang suka dengan tema remaja. Apalagi serial Amerika yang menurut saya terlalu vulgar dan jauh dari budaya Indonesia. Namun sebagai orang tua, kita wajib memperkaya diri dengan kasus-kasus aktual para remaja. Sebagai bahan renungan bahwa begini rapuhnya yaa…anak jaman sekarang kalau orang tuanya abai.

iya aku tahu serial ini, karena aku emang hobi nonton dan,serial ini sempat jd salah satu pilihan tontonanku, tapi akhirnya cm sampai 2 episode karena betul banget, aku ga suka alurnya yg lambat..

aduh rempong ya kudu dengerin 1 per satu kasetnya hahahah ya namanya jg 13 alasan.. kenapa..

saya kadang juga takut kalau mengatai / menyudutkan seseorang walaupun sedang bercanda mas.. takut orangnya tersinggung trus ntar sakit hati dan malah berani bertindak yang enggak² hehe

Perundungan, baru disini aku nemu istilah ini 😀

berat nih tema serial TV nya ya mas, tapi aku malah jadi penasaran pengen nonton setelah baca postingan sampeyan 🙂

yang penting kita paham karakter orang yang kita ajak becanda sehingga “ngatain” itu sudah jadi bahan untuk sekedar memulai kalimat persahabatan

Belum nonton serial ini. Tp di mana-mana bullying itu gak ada bagus2nya. Ngeri apalagi sdh tertanam sejak anak2

13 reasons why, mau lihat cuplikannya dulu ah. Utk ekskul pernah dulu banget nontonnya.

Perundungan/bullying kadang kitanya enggak sadar krn mgkn terbiasa mengolok. Ini yg bikin ngeri. Smoga kita jauh2 dr sifat spt itu

saya ngga ngikutin serialnya sih. apa karena saya ngga gaul yah. tapi emang jarang nonton sih hehehe. Perundungan itu sama dengan pundung ngga sih atau ngambekan? takut salah persepsi, udang baca panjang-panjang ternyata ngga sama persepsinya hahahah

Setelah membaca postingan ini. Isi kepala lo pasti berisik banget ya kak? Tulisan ini cukup panjang dan detail.
Menarik nih seriesnya, tapi kayaknya gue gak bakal nonton. Serem sih, bisa “dibisikin” terus buat keinget sosok yg bunuh diri di series ini.
Serem banget ya kalo soal bully berujung depresi dan akhirnya memutuskan bunuh diri. Itu terlalu serem and I can’t imagine for that. 🙁
Semoga dijauhi dari faktor” pendukung buat mengakhiri hidup. Please, sayangi diri sendiri dan hidup ini.

Banyak banget yang nulis tentang ini di status Fb n Twitter jadi penasaran dan tambah penasaran gara-gara blog post ini. Wajib banget nonton jigana Ieu mah Mayan pelengkap di antara kehidupan ibu-ibu.

kosakata baru. Catet. Perundungan. Belum pernah baca sebelumnya mengenai kata ini. dan right, agree 100 persen satu2nya yang perlu untuk mengatasi perundungan adalah penanaman karakter untuk menumbuhkan semangat kebersamaan, disiplin, dan nilai2 baik lainnya.

Aniwei, meski belum menonton sedikitpun adegan demi adegan dari 13 pita ini, saya bisa dapat gambaran dari tulisan mas dika. Dan mungkin saya akan masuk barisan menolak kehadiran film seperti ini menjadi serial TV ya anggaplah menjadi inspirasi. Sama halnya penolakan saya terhadap acara2 criminal, reka ulang dll yang makin jamak di televisi. Beda kasus bila kisah ini dibuat berupa dilm yang hanya akan diakses oleh orang2 yang siap saja.

Yang paling susah dalam diri kita sendiri adalah menumbuhkan rasa saling menghormati dan bertanggung jawab menurut saya karena beberapa orang masih sangat besar ego yang dipakai dan tidak ada rasa saling mengalah satu sama lain

baru pertama kali main ke sini. langsung suka sama tulisannya

Duh saya baru nonton sampai episode 5, belom sempat untuk meneruskan. Dari serial ini saya suka banget karakter Marcus. Soalnya dia pahlawan negara.

Marcus Horison, dan Marcus Gideon….

Episode 11 emang sakit sih. Saya aja yang nonton depresi sendiri. Gimana coba rasanya jadi Clay.
*nangis*
Tapi saya suka bagaimana Clay memperlakukan Skye di episode 13. 😍😍😍

membaca tulisan ini setelah menyelesaikan 1 season maka sangatlah mengerti, ah, dunia terkadang semengerikan itu. haha.. mencoba memahami dan mengertikan seseorang bukanlah hal mudah, memang.

baca tulisan ini saya jadi tau kalau bullying itu bahasa Indonesianya perundungan :)))

Comment to Endah April Cancel reply