Back

Javier Zanetti

  • Pram Ichanx
  • Posted by Pram Ichanx
10 August 2016

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya jika aku menuliskan ini kepadamu. Aku tentu saja tidak semahir Pier Paolo Pasolini dalam menderetkan kata-kata, namun aku merasa memang harus menuliskan ini, dan secara khusus, tulisan ini memang sengaja aku kutujukan kepadamu. Izinkan aku mengawali nya dengan sebuah cerita yang mungkin belum pernah kau dengar sebelumnya.

Februari 2003. Aku mungkin lupa tepatnya, namun aku jelas masih mengingat dengan baik kala seorang staff mendatangi ku dan memberitahu sebuah kabar yang mengejutkan. Ada seorang anak yang kabarnya mengidolakan aku dan sangat ingin bertemu denganku. Aku lalu berkata ke staff tersebut untuk mengajak saja anak tersebut ke sini dan aku akan menemui nya setelah berlatih. Namun, kemudian staff ku tersebut bercerita bahwa anak yang bernama Andrea tersebut mengidap leukemia dan dokter sudah memvonis bahwa waktu hidupnya tidak lama lagi dan mustahil baginya bepergian meninggalkan rumah sakit apalagi datang ke Milanello.

Read More
  • Pram Ichanx
  • Posted by Pram Ichanx
27 May 2016

“Temui aku pukul 10 malam di Botinero"Javier Zanetti membaca pesan yang terpampang di  layar  telfon genggam canggihnya lalu memerosotkan nya ke saku kiri mantel hitam yang panjang nya mendekati lutut.

Angin malam berhembus cukup menusuk di pelataran Hotel Melia Milano ketika seorang pria bergaya necis berdiri di depan lobby dan tak lama kemudian sebuah taksi menghampiri nya. “Buonanotte, dove stai andando, signore?” sang supir membuka percakapan setelah pria itu masuk dan duduk di bangku belakang. “per favore mi navetta a questo indirizzo…” sang penumpang lantas menyerahkan secarik kertas yang bertuliskan VIA S.Marco, 3, 20121 Milano. Taksi pun segera melaju menembus kota bergelimang cahaya yang suasananya layak dinikmati dan tidak akan di lewatkan begitu saja oleh si penumpang.

Read More
  • Pram Ichanx
  • Posted by Pram Ichanx
10 August 2015

Kursi kayu sederhana aku duduki saat tulisan ini aku rangkai. Jika biasanya aku mengetik buah pikiran ku dengan komputer, kali ini aku memilih menulis dengan tangan ku sendiri. Cerutu yang sedari tadi ku nikmati tetap menyala di iringi hembusan angin pedalaman hutan Chiapas. Entah sudah horchata gelas ke berapa ku tenggak demi kesegaran di tenggorokanku. Tidak ada belitan amunisi laras panjang AK-47 otomatis di leher ku dan ketiadaan pasukan pengawal di sekitarku menandakan aku sedang duduk nyaman di tempat aman ketika menulis ini, termasuk ketika aku memutuskan melepas balaclava favorit ku untuk sejenak.

Ini bulan ke 8 yang berarti bulan yang spesial untuk mu kawan. 42 tahun yang lalu kau lahir di sebuah kota tua bernama Buenos Aires di Argentina. Masa kecil mu yang banyak kau habiskan di kawasan distrik Dock Sud tentu memiliki kondisi yang lebih baik ketimbang masa kecilku dahulu di kawasan Meksiko tengah. Ayah ku yang dulu bekerja sebagai guru desa membuat aku mengenal dunia lewat bacaan. Aku tidak mengenal dunia lewat siaran berita melainkan lewat novel, essai atau potongan potongan sajak. Buku karya Garcia Marquez, Fuentes, Monsivais hingga Vargas Llosa menemani ku melewati masa kecil ku hingga kemudian di sekolah menengah aku mulai membaca tentang Hitler, Marx, Lenin, Mussolini dan banyak buku ilmu politik secara umum lain nya.

Read More
  • andhikamppp
  • Posted by andhikamppp
31 January 2015

Selamat siang (atau pagi atau malam terserah kapanpun kau membacanya). Terakhir kali aku membuat tulisan tentang kamu adalah ketika aku membalas surat terbuka yang kau tulis untuk kami, fans di seluruh dunia. Dan kau tidak membalasnya, entahlah apa sempat kau membaca balasan surat yang aku tempo hari.

Maka sekarang izinkan aku menulisimu surat (lagi) , oh iya, masih sama seperti kemarin, aku menulis surat ini dalam rangka tantangan yang sedang ramai di linimasa, tentang bagaimana mengeksplorasi kemampuan kita dalam menulis surat cinta selama konsisten, satu bulan penuh, 30 hari tanpa jeda. Untuk siapa surat itu dikirim, itu terserah kami yang menulis, jika hari kemarin aku menulis surat cinta untuk istriku dirumah, maka kali ini aku berniat untuk menulisi surat untuk klub sepakbola yang (dulu) benar benar sangat kucinta. Ah, karena kupikir klub sepakbola itu sebuah benda, dan buta, mana mungkin juga bisa baca, jadi, yasudah aku tulis surat kali ini untukmu, rasa-rasanya sama saja.

Jadi, mari kita mulai, kapten.

Read More
  • andhikamppp
  • Posted by andhikamppp
20 May 2014

"Kami akan menunggu pertandingan yang tak akan pernah usai, yang akan kau mulai"

Hallo Kapten, aku baru saja selesai membaca surat darimu. Di awal surat kau menulis “Untuk Pendukung Inter dan pecinta Olahraga di seluruh dunia” . Ah , aku termasuk di dalam itu tadi kapten, jadi, bolehkan aku membalas surat ini padamu ?? Juga untuk mewakili mereka yang tidak sempat membalas suratmu, atau mungkin terlalu sibuk untuk membacanya.

Tahukah kau kapten, tak pernah aku niatkan sebelumnya, untuk menjadi pendukungmu, atau mendukung Inter (klub yang tak bosan kau bela 19 tahun terakhir). Aku bersumpah kapten, aku tidak sengaja menjadi bagian dari pendukungmu. Aku ingat saat itu, sebelum berangkat sekolah sembari memakan beberapa lembar roti,  aku melihat cuplikan pertandingan antara Inter vs Lazio di final piala UEFA (saat itu aku terlalu muda untuk menonton pertandingan tengah malam- dan sejujurnya saat itu, aku tak tahu apa itu Piala UEFA). Tak mungkin kau lupa, kau mencetak 1 gol dipertandingan itu, dan selebrasi gol mu itu kapten yang menarik perhatianku, seorang “anak muda” meluapkan kegembiraannya dengan berlari sembarang sambil mengangkat setengah jerseymu (yang aku lihat belakangan itu menjadi selebrasi khas mu, tiap kau sempat mencetak gol, bukan begitu kapten??). Hei kapten, aku berani bertaruh, bahkan kau pun pasti tidak menyangka tendanganmu tadi akan menghasilkan gol, ayolah itu bukan kebiasaanmu kan ?? Haha.

 Aku belum menjadi pendukungmu saat itu.

Read More
  • andhikamppp
  • Posted by andhikamppp
12 May 2014

"A hero can be anyone, even a man doing something as simple and reassuring as putting a coat on a young boy's shoulders to let him know that the world hadn't ended"

Pahlawan bisa menjadi siapa saja, begitu yang diucapkan Christian Bale ketika memerankan Bruce Wayne dalam film The Dark Knight Rises. Pahlawan bukan hanya orang yang mampu menjaga apa yang dia cintai, apa yang ingin dijaga, tetapi pahlawan adalah orang yang mampu menggugah orang lain untuk melakukan hal yang sama, berjuang untuk apa yang dia cintai.

Saya mencoba mengingat tiap tiap scene dalam film The Dark Knight Rises tersebut, membayangkan tiap adegan dari film yang hampir satu tahun lebih belum saya tonton ulang (ini rahasia: sebenarnya Batman bukan superhero favorit saya). Setelah berusaha mengingat, dan mudah mudahan tidak salah, bukankah peran Batman dalam film tersebut lebih sebagai motivator ?? Ketimbang sebagai pemeran tunggal untuk melawan kejahatan ??

Bagaimana dia bisa menjadi sangat dibutuhkan di Gotham City, baik saat menjadi Bruce Wayne, ataupun saat menjadi Batman. Paling penting, bagaimana dia bisa membuat sosok pahlawan baru dalam diri John Blake (sampai akhirnya dia menjadi Robin pada akhir cerita), pada Jim Gordon, dan bahkan mampu merubah pandangan si Beatiful Thief , Catwoman.

Sulit menemukan sosok Bruce Wayne dalam kehidupan nyata.

Tapi, Hei, sebentar, bukankah ada orang seperti itu ?? Pahlawan yang baru saja mundur dari Medan Perangnya ??

Ya, bukankah sosok Bruce Wayne  sama seperti  dia, legenda hidup itu.

Dia yang bernama Javier Adelmar Zanetti.

Read More