Scroll Top

Telur & Makanan Palsu

Saya tersenyum kecut ketika melihat pemberitaan di media, baik cetak maupun digital, terkait isu telur palsu. Alasan-alasan yang dikemukakan, bagaimana kemudian (yang dianggap) telur palsu itu didemonstrasikan. Untuk memperkuat isu tersebut beredar pula sebuah video yang berjudul: ‘inilah pembuatan telur palsu’ dengan tambahan caption yang berlebihan. Padahal, isi dari video tersebut adalah proses pembuatan mainan yang berbentuk… telur. Yang paling konyol, banyak banget orang yang termakan isu sampah tersebut. Astaga, saya menjadi sangat yakin bahwasanya lulus ujian nasional sama sekali tidak mencerminkan isi otak. PR menteri pendidikan menjadi semakin berat.

Sementara kita disibukkan dengan isu telur palsu yang padahal asli. Di Jepang sana, ‘makanan palsu’ sudah menjadi entitas bisnis yang besar. Ia hadir dalam bentuk seni yang unik. Kamu pernah melihat restoran-restoran Jepang yang memajang makanan di etalase tokonya? Jangan sekali-kali kamu mencoba makanan pajangan di etalase tersebut. Karena itu hanya sekadar sample untuk tujuan promosi. Meski, ya, bentuknya amat sangat realistis. Sesuai dengan tampilan asli dari makanan di restoran tersebut. Tapi kalau keukeuh ingin mencobanya, sih, silakan. Asal setelah mencobanya, jangan kemudian membuat isu tidak jelas: ‘restoran ini menjual makanan palsu’.

Sumber gambar: Kim Wall – vice.com

Restoran Jepang memang sangat lazim memajang replika makanan yang bentuknya sangat realistis yang terbuat dari plastik atau lilin, berupa hidangan-hidangan dari menu mereka. Replika makanan ini biasanya disebut Sampuru. Apa tujuannya? Banyak. Salah satunya adalah untuk membuat calon pengunjung tertarik mampir ke restoran yang bersangkutan. Lainnya? untuk memudahkan turis. Jepang, jarang sekali menggunakan huruf latin di kehidupan sehari-hainya. Bahkan di restoran sekalipun. Dengan adanya Sampuru wisatawan dari luar jepang yang tidak paham dengan huruf-huruf Jepang tidak perlu merasa pusing ketika mau makan. Tunjuk saja sampuru-nya. Selesai.

Metoda promosi dengan sampuru ini mulai digunakan oleh rumah-rumah makan di Tokyo, pada periode tahun 1920-an. Takizo Iwasaki, dianggap sebagai pelopor dalam pembuatan sampuru dengan teknis yang lebih modern. Pada tahun 1932, Takizo Iwasaki berhasil membuat sampuru omelet pertamanya dengan menggunakan lilin. Sampuru realistis pertamanya.

Tak lama, setelah cukup yakin dengan metoda pembuatan replika makanannya, Iwasaki pulang ke kampung halamannya di Gujo Hachiman, Gifu, dan mendirikan pabrik sampuru pertamanya di sana. Sekarang, perusahaan Iwasaki-bei di Gujo Hachiman sudah sangat terkenal sebagai produsen sampuru terbaik dan terbesar di dunia. Kini, Iwasaki-bei punya 10 pabrik sampuru. Laiknya industri mobil, masing-masing pabrik Sampuru memiliki keluaran produk khusus, kemudian, nantinya ada satu tempat khusus yang menggabungkan semuanya menjadi sebuah bentuk replika makanan yang utuh. Saking besarnya industri sampuru di Gujo, sekitar 80 persen dari total replika makanan yang diedarkan ke seluruh Jepang berasal dari mereka.

Kalau kamu senang bepergian, tidak ada salahnya kamu mengikuti perkembangan program diskon tiket Garuda Indonesia, ada penerbangan melalui Nagoya yang bisa membawa kamu mengunjungi Gujo Hachiman. Di sana kamu bisa mempelajari proses pembuatan sampuru. Ada mastermaster yang akan mengajari kamu cara pembuatan Sampuru. Kamu bisa melihat nasi omelet lilin buatan Iwasaki pada tahun 1932 yang dipajang di salah pabrik sampuru di Gujo Hachiman, untuk mengenang kreasi perdana Takizo Iwasaki. Tentu saja, tampilannya masih bagus, bersih dan terawat. Oleh-oleh? Bahkan inovasi Sampuru bisa kamu dapatkan di sana dalam bentuk: gantungan kunci, USB, magnet kulkas dan bentuk lainnya.

Dan hampir seratus tahun setelah Takizo Iwasaki mengembangkan bisnis Sampuru, sebuah makanan palsu yang mendunia. Di sini di negeri tercinta ini, makanan palsu hanya ada dan berguna akibat pola pikir dari lingkar otak yang terbatas belaka. Untuk menjadikannya isu dan kepentingan entah apalagi di belakangnya.

Leave a comment