Ketika pertama kali saya memutuskan untuk menulis pada media digital. Sungguh saya hanya ingin menulis, membagikannya, dan jika beruntung, ada yang membacanya. Tak lebih dari itu. Peduli setan dengan jumlah pengunjung, jumlah komentar, atau apapunlah yang semacam itu. Saya menulis, sesekali saya berbagi, jika ada yang membacanya, syukur, jikapun tidak, ya sudah. Oleh karena itu saya sama sekali tidak merasa perlu untuk mempercantik tampilan blog saya ini demi kenyamanan mata para pembaca. Atau memerhatikan kaidah penulisan? atau tata letaknya? Masa bodoh. Saya yang menulis, saya pemilik blog ini. Jika tampilan blog ini buruk, jika tulisan pada blog ini sangat berantakan, urusan Anda apa? Pikir saya kala itu. Sombong sekali manusia bodoh satu ini. Namun, seiring perjalanan saya dalam dunia tulis digital, saya menemukan beberapa fase yang membuat saya sadar betapa bodohnya saya ini. Sudah bodoh, sombong lagi. Bedebah.
Yang pertama adalah ketika saya, setelah sekian lama, kembali ke dunia baca. Saya, yang ketika itu mulai memiliki penghasilan sendiri, memutuskan untuk membeli beberapa buku yang memiliki judul menarik sebagai alternatif pengusir bosan di kamar indekos. Saya akui selera buku saya memang tidak terlalu baik. Tapi meski begitu beberapa isi dari buku-buku itu sukses menohok saya dengan satu pernyataan : “Tulisan lu jelek banget, kampret!!!”. Saya kemudian tertawa terbahak-bahak, menertawakan segala kebodohan dan kesombongan penulis murahan. Saya menertawakan diri saya sendiri. Buku-buku itu saya habiskan, lalu sampailah saya pada satu keputusan : saya harus bisa menulis dengan baik.
Yang terjadi kemudian, saya meninggalkan sementara dunia tulis digital untuk mencari banyak referensi bacaan. Dengan buku yang lain ataupun berkunjung ke banyak tulisan-tulisan yang dibuat oleh sesama penulis digital – saya baru tahu jauh hari setelahnya jika kegiatan ini dinamakan blogwalking. Kegiatan ini menjadi hal lain yang membuat saya berpikir untuk mulai mengubah penampilan blog yang saya miliki. Karena ketika saya berpindah dari satu blog ke blog lain, saya bukan hanya menemukan bacaan yang bernas tetapi juga saya disuguhkan dengan tampilan yang nyaman. Saya membuka kembali blog saya, membandingkannya dengan mereka. Saat itu, saya benar-benar mengucapkan sumpah serapah, betapa buruk dan mengganggunya blog milik saya.
Mulai saat itu saya berusaha memfungsikan blog ini dengan sebagaimana mestinya. Sederhana saja, jika dunia tulis-baca pada blog ini diasumsikan sebagai dunia bisnis, maka saya, sebagai penulis dan pemilik blog ini, harus memposisikan diri sebagai penyedia, sebagai produsen. Dan Anda yang membaca adalah seorang pengguna, konsumen. Dan sebagai penyedia saya tentu harus bisa menjual produk yang baik dan menarik kepada para pengguna. Baik secara isi maupun tampilan. Dan jika itu bisa memuaskan, tentu menjadi bonus yang luar biasa besar.
Ya, saya sadar betul untuk menjadi seorang penulis yang baik bukanlah perkara mudah, banyak sekali proses pembelajaran yang harus saya lalui. Oleh karena itu, selagi saya belajar, selagi saya mencoba membuat produk tulis yang baik. Yang bisa saya lakukan sekarang ini untuk memberikan kesan baik pada pengguna adalah menyuguhkan tampilan produk yang menarik terlebih dahulu. Tanpa bermaksud menjustifikasi, bukankah manusia biasanya menilai sesuatu dari tampilan terlebih dulu? Baru kemudian menilai isinya? celah itulah yang saya harapkan. Saya akan berusaha membuat tampilan blog ini menarik terlebih dahulu. Menarik dalam bentuk fisik. Jika kemudian Anda menyukai bentukannya. Silakan lihat isinya. Silakan lihat produk tulis yang senantiasa berproses ini. Menarik? Terima kasih, usaha saya setidaknya sedikit membuahkan hasil. Buruk? Menjijikan? Maka berikanlah saya kritik, masukan, usulan atau apapunlah yang Anda suka. Seperti sebelumnya, pujian hanya akan membuat saya menjadi tinggi hati, merasa puas, malas kemudian kembali menjadi bodoh. Sedangkan saran, kritik, kesemuanya itu, meskipun menyakitkan, adalah cara lain untuk saya belajar menjadi penulis yang baik.
Seperti halnya pujian, tidak semua saran dan kritik akan saya terima mentah-mentah tanpa proses berpikir. Saya harus memilah mana yang mampu dan harus saya lakukan. Betul semua saran dan kritik itu untuk lagi memanjakan dan memuaskan para pembaca selaku pengguna blog ini. Namun sekali lagi, saya akan memerhatikan semua kritik dan masukan yang datang sebagai proses belajar untuk jadi lebih baik, tapi tidak semuanya saya harus lakukan. Karena bagaimanapun ada satu yang harus tetap saya jaga. Identitas. Ciri yang saya punya (jika ada) sebagai seorang penulis.
Di atas sudah saya sebutkan. Ketika pertama kali memutuskan untuk menjadi penulis digital. Saya mempersetankan banyak sekali hal. Yang saya tahu, saya ingin menulis. Yang lain? Saya tidak mau tahu. Sekarang? Tidak bisa tidak. Karena -saya baru sadar- ketika memutuskan penjadi penulis digital, yang notabene berada di ruang publik, maka ada banyak sekali yang harus kita pikirkan. Kepuasan pembaca (seharusnya) adalah yang utama. Karena, sepakati sajalah jika tujuan menulis adalah untuk kepuasan diri sendiri. Bukankah masih ada buku diary yang bisa kita gunakan? Menyimpan segala bentuk isi tulisan dan hanya membaginya dengan Tuhan dan juga setan-yang sengaja datang mengintip. Jika menulis hanya untuk diri sendiri, untuk apa membuang waktu menulis disini, membagikannya kepada publik, dan girang bukan main jika ada komentar.
Maka kawan, inilah blog saya. Dengan tampilan apa adanya. Nikmatilah isi apa yang ada pada blog ini. Jika Anda menyukainya, berarti Anda sedang menyukai proses, marilah sama-sama berharap kedepannya Anda akan mendapatkan yang lebih baik. Jika Anda tidak menyukainya, maka tolonglah berikan saya saran, kritik dan semacam itulah. Mari bergabung, menemani sebuah rangkaian proses panjang, bersama-sama saya. Untuk satu harapan. Menyuguhkan yang lebih baik.
Ditulis Senin 18 Oktober 2016 pukul 12.03 setelah kenyang dan sebelum tidur.
Catatan
- Tulisan ini dibuat karena beberapa waktu terakhir saya mendapatkan beberapa masukan tentang tampilan blog ini juga tentang cara saya menulis. Terima kasih. Saya senang sekali menerimanya. Saya menantikan betul masukan seperti itu. Ada (lagi) beberapa perubahan tampilan (dan mungkin isi) antara tulisan ini dengan sebelumnya. Yang bisa saya lakukan, telah saya lakukan. Yang lainnya, belum. Mungkin nanti. Dan saya tunggu lagi saran dan kritik lainnya, ya.
- Tanpa saran dan kritik pun saya (akan) sangat memerhatikan isi dan tampilan blog ini, ditambah harapan ada yang sudi datang membaca, adalah bentuk perhatian saya yang lain. Maka sekarang ini hanya seputar itulah yang saya lakukan. Membaca, menulis, memperbaiki tata letak, membagikannya kepada kerabat, dan membiarkan mereka untuk membaca. Hanya itu. Namun, beberapa waktu ini juga saya mendapat saran dan kritikan terkait dengan fungsi dan sistem yang ada pada blog ini. Seperti halnya integrasi dengan mesin pencari, peringkat dari beberapa layanan, statistik dan semacam itulah. Tentu saya pun (sekaran) ingin blog ini mendapat perhatian dari robot digital. Tapi, untuk saat ini belum ada yang bisa lakukan. Saya masih belum paham dan terlalu sibuk malas untuk belajar hal lain. Mudah-mudahan dalam waktu dekat yang akan datang saya bisa melakukan langkah-langkah perbaikan. Doakan saja.
Punya perasaan ‘sombong’ kayak gitu wajar kok.
Sama lah, gue juga seringkali begitu. Tapi kalau gue lebih ke arah apa yang gue tulis. Gue hampir gak pernah baca ulang tulisan gue sebelum gue publish karena males. Aneh karena gue sebagai (asisten) editor sebuah media malah males ngedit tulisan sendiri. Sombong betul. :))
Kesombongan gue yang lain: gue males blogwalking. Ini sifat jelek yang bikin blog gue gak berkembang-kembang padahal udah bertahun-tahun ngeblog (selain karena gak pernah konsisten juga).
Intinya: wajar! Hehe…
Nah, Iya. Gue juga baru ‘lakuin’ blogwalking secara rutin yaa di tahun 2016 ini. Ngaruh betul ternyata ki sama ‘kepedulian kita ke blog’.
Setidaknya, gue jadi lebih merhatiin konten dan kualitas blog ini, ehm, lumayan ningkat dikit-dikit sih popularitas blog, meskipun ya, dikit banget 🙂
Dulu sy juga berpikir bgitu, tapi sejalan dgn waktu dan juga ada tawaran monetize (hihhi), akhirnya bolehlah blog di rubah dgn lebih stylish :))
Blog dan tulisan bapak sangat bagus saya jadi iri dan ingin menirunya.
Kalo sekarang saya melihat blog saya kok saya sendiri merasa kurang nyaman ya
Cuma tetap aja bingung apa yang mesti saya rubah.
Mohon sarannya pak
(((Bapak)))
Ehm. Sarannya dari mana ya. SEkarang, Mbak/Mas? Kurang nyamannya dari segi apa? Konten atau tampilan? Kalau tampilan, lebih mudah. Mbak/Mas bisa memulainya menjelajahi laman penyedia tema-tema untuk blogspot. Pilih tema yang sesuai dengan kategori, saya lihat blognya seputar informasi, mungkin bisa dicoba tampilan tema dengan konsep ‘magazine’ style.
Hehehe, begitu.
Awal-awal saya nulis blog juga gini. Nulis sesukanya, peduli setan mau ada yang baca apa engga. Lama-lama ada pikiran, “Gue maulah blog gue dibaca orang banyak juga kayak blog sebelah yang viewernya jutaan.” Hahaha. Klise, tapi sejak saat itu saya belajar banyak hal, soal menulis, soal coding dan template. Ya belajar dikit-dikit. Proses itu harus ada. Gak bisa instan.
Semangat terus ya kak ngeblognya 😀
semoga terus menulis dan belajar terus
Saya menulis, sesekali saya berbagi, jika ada yang membacanya, syukur, jikapun tidak, ya sudah. Oleh karena itu saya sama sekali tidak merasa perlu untuk mempercantik tampilan blog saya ini demi kenyamanan mata para pembaca. atau tata letaknya? Masa bodoh. ” Lha ini bang, aku banget haha Entah kenapa jika seputar editing tampilan blog apalagi via koding kode html itu bingung, sekiranya soal koding mengkoding edit mengedit tampilan blog saya, bisa kali ya meminta bantuan kepada paduka yang Mulia Raden Mas Tumenggung Kanda Andika Manggala PPP..  saya gak paham bang soal koding kode html, jangankan kode html, kode gebetan aja kadang suka ketuker-tuker  Intinya emang waktu dalam berproses bang, dalam menulis, aku pun berproses. Ya sekiranya reaksi pertama yg aku lakukan ketika baca tulisan2 yg lalu itu adalah membebaskan segala macam binatang hahaha mengumpat sejadi-jadinya, alusnya gini “tulisanku kok gini amat ya ancurnya…” Iya semua itu butuh proses, butuh waktu, dan itu tak sebentar. Seperti halnya proses berjalan, seseorang pun perlu merangkak, merambati tembok, dituntun, sebelum bisa berjalan sendiri dgn kemampuan sendiri.