Scroll Top

HILANGKAN HASHTAG #SOCCERPAMIT

“mari sedikit berandai Tabloid Soccer adalah Paul Scholes”

Dua tiga hari ga pantengin timeline twitter , ternyata lagi ramai membahas tentang #Soccerpamit , hashtag yang dibuat oleh akun @Duniasoccer . Awalnya gak begitu paham kenapa hashtag itu dibuat setelah kepo di timeline nya akhirnya tahu bahwa #Soccerpamit adalah hashtag pengiring edisi terakhir Tabloid Soccer. Yaa peluit panjang telah dibunyikan oleh redaksi Tabloid Soccer, kedepannya (mungkin) kita tidak akan bisa melihat/membeli/mengoleksi/meminjam tabloid khusus sepakbola yang terbit tiap kamis ini.

Saya pribadi bukan konsumen tetap Soccer , setidaknya untuk saat ini. Meminjam istilah yang sering digunakan oleh pengguna forum aktif di Internet , saya termasuk silent reader Tabloid Soccer tak pernah mengirim Surat Pembaca, bertanya, apalagi sampai diliput disana, tapi saya ingat nama saya pernah ditulis di rubrik Soccer Corner kalau tidak salah saat saya terpilih sebagai koordinator wilayah di komunitas yang saya ikuti. Suatu kebanggaan saat itu.

Dan dengan bergemanya #Soccerpamit para pecinta sepakbola Indonesia (yang suka baca tentu) akan kehilangan salah satu media sepakbola terbaiknya.

Soccer adalah hasil cetak kedua yang saya beli menggunakan uang sendiri setelah sebelumnya uang dihabiskan untuk membeli Tabloid Bobo second di asongan tempat orang jogging di tiap minggu pagi. 2002 kalau saya tidak salah ingat di stasiun kereta api Bandung, saat dimana saya pertama kali membeli Soccer (atau masih HaiSoccer namanya saya lupa). Yang saya ingat saat itu Fabio Cannavaro menjadi aktor di halaman depan di edisi perdana yang saya beli. Saya masih SMP saat itu, dengan uang bekal hanya Rp 3000-5000 rupiah tiap harinya, saya harus untuk menyisihkan sedikit uang jajan untuk bisa membeli Soccer .

Saya lemah dalam menabung, itu berarti saya tidak bisa tiap minggu membeli tabloid Soccer. Alhasil saya memaksakan beli Soccer jika Bonus poster atau rubrik playmaker nya tentang pemain Inter saja. Oh iya, Setiap kali membeli Soccer saya tak pernah membaca dari halaman awal, tapi selalu memerawani tiap edisinya dengan membuka halaman tengah, rubrik Playmaker rubrik favorit saya, tak banyak media saat itu yang menampilkan figur pemain bola dalam bentuk karikatur. Musim 2002/03 saya ingat Francesco Coco sempat menjadi salah satu pemain yang ditulis dalam rubrik Playmaker. Setelah selesai saya baca saya gunting , kemudian saya abadikan dalam bentuk klipping, sejak saat itu intensitas saya membeli Tabloid Soccer sedikit lebih meningkat untuk saya baca, kemudian saya gunting. Sayang sekali potongan klipping itu sekarang sudah tidak ada, disobek oleh rekan saya yang juventini , sewaktu SMP, dan saya berantem setelah itu.

Dewasa ini, selain dari pemberitaan di media atau dari hasil googling kita bisa tahu seorang anak muda dilabeli “Wonderkid” berdasarkan status dan hasil scout dari game Football Manager, Tapi dulu, di awal 2000an saya bisa tahu tentang Freddy Adu, Giovani Pasquale, Gonzalo Sorondo, dan beberapa pemain muda (saat itu) yang dianggap berpotensi lainnya dari rubrik Rising Star lagi lagi berada di tengah halaman, tepat disebelah kolom Playmaker. Memang si pemain dirubrik Rising Star adalah murni hasil seleksi dari Redaksi, tapi silakan tanya ke pelanggan setia Tabloid Soccer yang mengikuti rubrik Rising Star tak sedikit pemain yang dimuat disana dulu, sekarang ini telah menjelma menjadi star sesungguhnya.

Untuk para pecinta game bola, pasti ingat Tabloid Soccer pernah memuat tips n trick bermain Winning Eleven. Oh iyaa, jangan lupakan juga Soccer bloopers yang tak jarang membuat kita tersenyum simpul. Satu hal yang sering terbesit di kepala mengenai Tabloid Soccer, kayanya keren kalau misalnya saya bisa apply 1-2 design wallpaper untuk diterbitkan sebagai bonus di 1-2 edisinya. Lebih keren lagi kalau bisa tiap edisi.

Yah tapi redaksi sudah membuat hashtag #Soccerpamit dari apa yang saya baca itu adalah sebuah perpisahan. Tapi mari sedikit berandai Tabloid Soccer adalah Paul Scholes yang akan bermain selepas masa pensiunya. Atau seperti Inter Island Cup 2014 yang menunda moment puncaknya sampai waktu yang tidak jelas.

Atau sedikit lebih realistis, mari kita berharap Tabloid Soccer akan mengikuti trend Dunia Digital saat ini, dimana acara TV yang “pergi” kemudian datang lagi dengan nama baru tapi dengan formasi lama.

Peluit panjang sudah mulai terdengar, generasi setelah ini mungkin tidak akan lagi merasakan bagaimana khusyuknya membaca berita khusus sepakbola di perjalanannya tanpa harus takut kehabisan baterai handphonenya. Pecinta bola nanti, tak bisa berbagi koleksi atau mendebat hebat di satu meja yang sama dengan satu cetak media yang sama.

Ah, saya ikut pamit, bel pulang kantor sebentar lagi, semoga loper koran ada yang lembur, dan masih sempat mengoleksi sebuah legenda.

Leave a comment