Scroll Top

Setelah Liburan

Menyebalkan, sih, ketika melihat para jagoan kecil kepayahan karena sakit. Adik diare. Dehidrasi. Di usianya yang genap menyentuh angka enam bulan ia terpaksa harus dirawat demi memastikan cairan di dalam tubuhnya stabil. Melihat cairan infus ditanam di lengannya. Aduh, ayah enggak kuat, dek. Dan beberapa hari kemudian, kakak menyusul. Demam tinggi beberapa hari disertai batuk yang luar biasa menggelegar. Kakak menjadi pemurung, diam hampir sepanjang hari. Hilang kakak yang selalu riang, loncat ke sana kemari. Berat badannya turun. Beberapa kali orang yang melihat berkomentar: “kakak kok kurusan”. Ayah bunda sedih mendengarnya.

Di penghujung tahun atau di hari-hari awal setelah pergantian tahun biasanya memang banyak tiket pesawat promo. Di Pegipegi, misalnya atau potongan-potongan menggiurkan dari moda transportasi lain juga tawaran-tawaran menarik dari banyak sekali tempat wisata yang seolah memaksa khalayak untuk pergi berlibur. Kami menjadi salah satu ‘korban’ promosi tersebut. Meski tidak jauh, kami tidak ingin ketinggalan memanfaatkan momen untuk pergi tamasya sekeluarga.

Saat liburan kita semua sama: ingin bersenang-senang belaka. Oleh karena itu, biasanya kita jarang memikirkan banyak hal setelahnya. Yang penting senang. Urusan lain? Kita pikirkan belakangan.

Untuk ayah dan bunda yang berusia matang mungkin hanya satu dampak yang muncul paska liburan: kelelahan. Tapi kami luput memikirkan hal penting bahwa anak-anak, yang stamina dan kondisi fisiknya masih, ya begitulah, harus mendapat perencanaan dan perhatian sebelum, saat dan setelah berlibur.

Ayah dan bunda bersenang-senang termasuk di antaranya menghabiskan banyak sekali makanan yang menyenangkan, untuk kami. Sampai kami lupa apa yang bunda makan sangat berpengaruh untuk asupan ASI untuk adik. Di antara banyak makanan itu, yang terkonversi menjadi ASI, beberapa di antaranya tidak cocok untuk adik.

Dan Kakak? Kakak kelelahan. Tak lama setelah pulang liburan, ia tidak bisa terlalu banyak beristirahat. Karena setelahnya juga ia harus mengalah: perhatian ayah bunda terbagi untuk adik yang mesti dirawat. Ia tumbang seperti yang diceritakan di awal-awal tulisan.

Ini menjadi pelajaran berharga untuk saya, atau kamu nantinya. Kita, yang berusia matang, bebas melakukan apa saja. Termasuk untuk liburan. Tapi pikirkan satu dua hal ketika harus mengajak anak-anak: asupan makanan dan yang paling penting jeda waktu untuk beristirahat. Hal yang pertama mungkin berlaku khusus di kasus-kasus tertentu saja. Tapi hal yang kedua menjadi mutlak, bahkan mungkin berguna untuk kita juga.

Saat pulang liburan pastikan ada waktu satu-dua hari untuk kita mengistirahatkan badan dan merelaksasikan kembali pikiran untuk selanjutnya kembali ke rutinitas harian. Kondisikan waktu kepulangan agar tidak terlalu mepet dengan waktu ‘kembali beraktivitas’. Paling tidak, untuk saya pribadi, di kondisi seperti saat ini saya berkesimpulan bahwa maksimal berlibur adalah satu hari untuk libur dua hari, dua hari aktivitas di libur tiga hari dan seterusnya.

Paling tidak, itu yang dikatakan oleh dokter yang memeriksa kakak.

Pertama kalinya, di empat tahun setengah usianya hidupnya, kakak benar-benar kehilangan kebiasaannya. Dua hari ini ia hampir tidak mau berbicara, tidak ada tingkahnya yang menyebalkan namun lucu, tidakada lari-lari, tidak ada tari, tidak ada tawa dan senyumnya yang khas yang memperlihatkan giginya tanpa seri.

Untuknya, mungkin ia hanya kehilangan kebiasaan. Lebih dari itu, untuk ayah, untuk bunda melihat kakak seperti itu jelas sangat menyakitkan.

Lekas sembuh, jagoan.

Related Posts

Leave a comment