Scroll Top

Menghapus Medan

Saya bekerja di tempat yang baru. Namun, banyak hal yang saya rasa tidak berubah dibandingkan dengan tempat sebelumnya. Wajar dua tempat ini memiliki lini bisnis yang hampir sama. Bisa dikatakan, apa yang saja kerjakan saat ini lebih kurang sama dengan apa yang pernah saya kerjakan sebelumnya. Termasuk di antaranya juga lingkup wilayah yang sudah saya singgahi dan atau yang akan saya tuju nanti. Beberapa kota di Borneo, satu-dua tempat di Sulawesi dan beberapa lainnya di Sumatera akan tetap menjadi tempat saya singgah barang satu-dua minggu setiap periode waktu tertentu. Tapi di sini, di tempat baru, ada satu daftar yang hilang. Yang dari dulu saya idamkan untuk saya menjejak kaki tapi sekalipun belum pernah terlaksana: Medan.

Iya, dari belasan cabang yang terpencar di hampir seluruh nusantara, Medan menjadi salah satu dari tiga tempat yang belum saya kunjungi. Padahal banyak yang bisa dan harus saya lakukan ketika itu. Mulai dari pengembangan bisnis, perapihan sistem atau sekadar memberikan pelatihan untuk teman-teman di sana. Hanya saja di waktu yang bersamaan, saya kerap harus menunda hanya karena masalah prioritas.

Teman-teman di satu fokus yang sama kerap jahil dengan mengirimkan banyak sekali sajian kuliner yang mereka lahap habis di Medan. Lupakan tentang durian yang tentu saja saya coret dari daftar, tapi saya lemah ketika mereka mengirimi saya gambar-gambar kenikmatan Sate Memeng, Mie Sop dan yang paling membuat saya lemah: Bika Ambon. Untuk yang terakhir, memang saya sering dikirimi bentukan fisik sebagai tanda permintaan maaf. Namun, tetap saja, ada sensasi yang berbeda jika bisa makan di tempat.

Padahal di akhir tahun lalu, saya nyaris berangkat. Saya sudah mencari tiket pesawat, hanya berbekal aplikasi Traveloka.com belaka saya mencari tempat terbaik untuk saya menginap. Saat itu, tempat yang saya sodorkan sebagai salah satu alternatif adalah Royal Suite Condotel. Sedikit berlebihan untuk urusan dinas belaka namun saya memiliki prinsip: kita harus memilih yang terbaik untuk membuat kesan pertama yang paripurna.

Sialnya, begitu mendekati waktunya, ada perubahan rencana yang mengharuskan saya, lagi-lagi, pergi ke timur negeri. Dan Medan? Kendali kembali dipegang oleh tim yang lain. Saya gigit jari untuk kesekian kali.

Saya mengeluh tapi tidak bisa berbuat banyak.

Di pertengahan tahun kemarin, saya memutuskan untuk berpindah tempat. Memilih jarak menjadi alasan yang utama. Sudah saya sebutkan sebelumya, selain ‘Medan’ tempat ini memiliki banyak sekali kesamaan. Artinya saya mesti menghapus Medan dari rencana singgah saya untuk beberapa waktu yang banyak.

Epilog

Nomor telfon kantor berdering beberapa kali. Saya diamkan tanda malam dan ia mati sebelum tak lama berbunyi lagi. Saya melihat jam. Saya mendengus kesal. Sudah hampir jam sembilan malam dan di akhir pekan. Untuk urusan pekerjaan ini terlalu berlebihan. Melihat nomor yang tertulis di layer lima inchi itu, saya semakin ogah-ogahan.

Sampai akhirnya untuk beberapa kali kesempatan berikutnya panggilan itu terpaksa saya angkat.

“Halo,”

Suara berat yang khas. Saya hafal dua tiga kalimat lanjutan setelahnya. Seharusnya. Tapi ada yang berbeda malam itu.

Training di Yogya di-cancel. Di re-schedule ke awal tahun mungkin. Kamu batalin tiket sama hotelnya”

Berita bagus. Sambil mendengarkan beberapa penjelasan saya berikutnya saya membuka aplikasi tempat saya memesan tiket dan akomodasi.

“Kalau tempatnya ganti, kamu masih mau ikut?” ada penekanan suara di ujung telfon. Ini jelas retorika. Iya atau tidak yang saya ucapkan akan berakhir dengan kalimat perintah.

“Kemana emang?” tanya saya berikutnya.

“Medan”

Dan lembaran rencana itu kembali saya buka.

Related Posts

Comments (1)

Berangkatnya jangan lupa naik kapal oerang medan~

Btw, asik juga ya bisa batalin, apalagi tiketnya yang bisa bayar di tempat.

Leave a comment