Scroll Top

Dari Bus Untuk Kita

Asian Games baru saja usai beberapa waktu yang lalu. Indonesia, sebagai tuan rumah, mendapat sorotan positif dari hampir seluruh penjuru dunia. Utamanya bagaimana upacara pembukaan Asian Games dipertunjukkan. Selain itu segala aspek pendukung baik dari akses, insfrastruktur bahkan lingkungan mendapat nilai baik dari hampir seluruh kontestan yang hadir. Dan menurut saya Indonesia memang layak mendapatkan apresiasi. Jauh sebelum Asian Games dimulai, banyak sekali hal yang dilakukan negeri ini untuk menyambut pesta olahraga terbesar se-Asia tersebut. Mulai dari infrastruktur yang dibenahi, perbaikan kondisi lingkungan dengan salah satunya penghijauan dan pembersihan sungai. Yang utama, yang saya rasakan langsung manfaatnya, dengan dilakukannya pengaturan lalu lintas: ganjil genap.

Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan mengeluarkan beberapa kebijakan terkait transportasi. Selain pembenahan dan penambahan angkutan umum yang dekat dengan pemukiman, sejak Juli 2018, skema ganjil genap diberlakukan dengan cakupan wilayah yang lebih luas dan durasi yang lebih lama sejalan dengan berlangsungnya Asian Games. Bahkan di hari sabtu dan minggu, kebijakan ini tetap diberlakukan. Alhasil, skema ganjil genap versi terbaru ini mendapat tanggapan pro dan kontra dari masyarakat.

Saya tentu saja berada di kalangan yang mendukung kebijakan ini. Sesederhana itu saya mensyukuri digelarnya ajang empat tahunan tersebut. Ganjil genap yang diperluas, dengan waktu yang ditambah, memberikan dampak positif terhadap waktu tempuh saya bekerja setiap harinya.

Di waktu normal, di hari kerja, biasanya saya membutuhkan waktu hampir tiga jam untuk sekali perjalanan. Berarti, untuk dapat masuk kantor tepat waktu di jam delapan tepat. Paling tidak, saya harus sudah di jalan ketika waktu tepat bergerak di angka lima. Telat sedikit, potongan uang transport menghilang. Dan diakumulasikan, potongan gaji dan potongan cuti pun datang. Tapi semasa Asian Games kemarin, saya bisa menghemat waktu tempuh 30 sampai 90 menit di sekali perjalanan. Pergi pulang, berarti saya bisa menghemat satu perempat hari.

Itu manfaat yang saya rasakan langsung dari perluasan pengaturan ganjil genap. Jika ditelisik lebih jauh, ia memberikan manfaat yang luar biasa untuk jangka panjangnya. Alasannya, lagi lagi sederhana, ia dapat meningkatkan kualitas udara dan lingkungan.

Kamu tahu kalau penyumbang polusi atau penyebab kualitas udara buruk di Jakarta salah satunya kendaraan bermotor? Jumlah kendaraan bermotor baik roda dua atau roda empat atau lebih saat ini mencapai 8 juta unit, bahkan di siang hari, karena manusia-manusia pesisir Jakarta yang beraktivitas di Ibukota, bisa mencapai 13 juta unit.

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yang dikatakan indikator kualitas udara bersih jika partikel debu maksimal 60 mikrogram per meter kubik. Sedangkan kondisi udara di Jakarta, yang diukur sejak tahun 2012 silam jauh melampaui ambang batas yang diperbolehkan. Partikel debu di Jakarta mencapai 150 mikrogram per meter kubik. Menurut pantauan kualitas udara yang dilakukan Greenpeace, sejak Januari 2017, kualitas udara di Jabodetabek terindikasi memasuki level tidak sehat (unhealthy). Kondisi ini bisa menimbulkan dampak kesehatan yang serius bagi kelompok sensitif, seperti anak-anak, ibu hamil, dan kelompok lanjut usia. Dan data lain dari situs Air Now dan AQICN, hingga bulan Juli 2018, Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index) Jakarta menyentuh angka 191. Angka yang sangat tidak menyenangkan.

Pantauan Indeks Kualitas Udara per tanggal 30/07/2018 dari situs http://aqicn.org

Angka-angka tersebut jauh lebih buruk dari Beijing dan New Delhi yang terkenal sebagai kota dengan tingkat polusi paling tinggi di dunia. Jika dibandingkan dengan kota-kota besar di Asia Tenggara, kualitas udara Jakarta masih lebih buruk dari Ho Chi Minh City Hanoi, Bangkok, Kuala Lumpur dan Singapura.

Berdasarkan data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Transportasi menyumbang tingkat polusi hingga 90% melalui emisi gas buang CO dan CO2. Gas ini merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna oleh mesin kendaraan bermotor. Jika gas ini terhirup, maka akan ikut beredar pada darah manusia sehingga akan mengakibatkan kepala menjadi pusing dan bahkan bisa menyebabkan gangguan pada saraf. Bahaya? Sangat!

Sederhananya begini. Dengan diperluasnya ganjil-genap maka kendaraan bermotor yang ada di jalan bisa berkurang hampir setengahnya. Dengan begitu, selain kemacetan dapat terurai, waktu tempuh perjalanan menjadi lebih cepat, paling penting, Carbon Dioksida hasil buangan kendaraan bermotor pun menurun drastis. Untuk jangka panjang, peningkatan kualitas udara bukan lagi perkara sulit. Selama kebijakan ini diberlakukan, terbukti ada perbaikan Indeks kualitas udara yang sebelumnya menyentuh angka 191 sekarang berada di angka 64 poin. Data tersebut dilansir oleh aqicn.org pada akhir Agustus 2018 lalu.

Angka ini masuk ke dalam kategori Moderate yang menunjukkan kualitas udara dapat diterima; namun, masih ada beberapa polutan yang tetap memiliki potensi untuk menyebabkan penyakit pada sejumlah kecil orang yang sangat sensitif terhadap polusi udara.

Ditambah data yang belum lama ini dirilis oleh BPTJ terkait kondisi udara Jakarta pasca diberlakukannya ganjil genap. Dalam rentang waktu 6 minggu selama periode implementasi, ruas-ruas jalan yang memberlakukan ganjil genap mengalami penurunan emisi Carbon Dioksida rata-rata sebesar 20,30%.

Peningkatan Kualitas Udara Selama Implementasi Ganjil Genap | Sumber: BPTJ & http://aqicn.org

Bagaimana kita beraktivitas ketika akses kendaraan yang kita miliki terbatas? Jangan khawatir. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) telah melakukan berbagai upaya yang salah satunya menyedikan moda transportasi publik yang dekat dengan pemukiman. Dengan semakin banyaknya moda transportasi yang dekat dan mampu menjangkau banyak sekali wilayah, seharusnya, aktivitas tidak lagi menjadi terbatas. Malah, kualitas fisik akan tetap terjaga dengan baik karena kita cukup duduk dan beristirahat belaka di sepanjang perjalanan. Berdiri? Sejauh yang pernah saya coba, armada yang disediakan membatasi jumlah penumpang sesuai dengan jumlah kursinya. Sejauh ini, di moda transportasi yang disediakan BPTJ, tak pernah sekalipun saya pegal berdiri. Enggak ada salahnya sesekali kamu juga mencobanya.

London adalah salah satu kota dengan kualitas udara yang buruk dengan kepadatan transportasi yang menyebalkan. Dulu. Sekarang ia berubah menjadi kota yang memiliki kualitas udara akses tranportasi yang sama baiknya. Caranya? Sederhana, manusia-manusia di London mengubah perilaku dan kebiasaan bertranportasinya. Yang semula mereka menuhankan kendaraan pribadi sebagai moda utamanya kini beralih menjadi moda tranportasi umum. Sesederhana itu.

Jakarta, memiliki peluang yang sama jika kita mau. Sebagai #AnakKota kita mampu untuk mengikuti banyak sekali budaya dan gaya hidup dari negeri barat yang jauh di sana, London salah satu kiblat yang jamak kita ikuti. Jika kita mampu mengikuti gaya dan budaya itu, seharusnya menambah satu lagi tidak masalah kan? Membiasakan diri menggunakan moda transportasi publik. Untuk menciptakan Jakarta sehat, Jakarta hebat. #AyoNaikBus

Salam cepat, salam sehat, salam bebas polusi.

Related Posts

Comments (1)

[…] pemerintah lakukan. Dimulai dari pelebaran jalan, pembangunan lajur tol tambahan, bertingkat malah, penambahan armada angkutan masal atau pembatasan kendaraan berdasarkan plat nomor. Tapi imbasnya tidak terlalu terasa. Yang […]

Comment to Saya, Macet dan Jakarta | andhikamppp.com Cancel reply