Scroll Top

Balada Baju Bola

Dalam dua minggu terakhir, paling tidak satu perempat koleksi telah menghilang dari lemari. Iya, dua minggu lalu saya memutuskan untuk melepas ke pasar baju bola yang selama ini saya koleksi. Meskipun belum habis, keputusan untuk melepas semua koleksi sedikit berbuah manis. Dana yang didapat dari penjualan baju tersebut saya alokasikan untuk menyogok membeli kebutuhan rumah tangga agar saya bisa membeli mainan. Saya sempat pesimis ketika memutuskan untuk menjualnya. “Ada yang mau emang?”, “Laku enggak ya” dan nada-nada sumbang lain. Ternyata salah. Dunia bola, termasuk baju bola di dalamnya, masih tetap seperti sedia kala. Dalam porsi tertentu, ia menjadi salah satu potensi bisnis yang menguntungkan.

Tidak salah saya mengatakan hal demikian. Sepakbola, sebagai salah satu substansi yang paling digemari di dunia, bukan lagi sebatas olahraga. Ia sudah jauh melangkah daripada itu. Entah berapa ratus juta dolar yang berputar setiap harinya. Hak siar pertandingan, transfer pemain, sponsorship, tiket dan merchandise menjadi pundi-pundi basah para pelaku sepakbola. Khusus nama yang disebutkan terakhir, melibatkan kita sebagai penikmat sepakbola. Komoditi terbaik untuk mendulang uang. Dan saya di antaranya. Yang pernah ikut menyumbang banyak (dari ukuran kantung saya pribadi) ke perputaran uang yang terjadi di sepakbola. Melalui koleksi baju bola.

Tidak, tidak perlu sekaku itu membayangkan baju bola hanya sebatas alat peraga dan pembeda para pemain di lapangan. Ia telah bergerak mengikuti perkembangan zaman. Desain dan motif baju bola dewasa ini bahkan tidak memalukan jika harus digunakan sebagai pelengkap gaya berbusana. Tidak sedikit, kan, dari kita yang menggunakan baju bola untuk main, sekolah, kencan, nongkrong atau bahkan, di beberapa perkantoran ibukota, ada yang mengizinkan karyawannya untuk berbaju bola di hari Jumat.

Baju Bola yang saya gunakan saat Pre-Wedding Photo

Memang, sih, pada dasarnya baju bola memiliki kelas-kelas dan spesifikasi tersendiri. Untuk para pemain di lapangan, produsen-produsen besar biasanya membuat dengan bahan bahan dan teknologi kekinian. Istilah yang biasa digunakan adalah jersey player issue. Untuk kelas ini, tidak semua produsen menyediakannya di pasar bebas. Jikapun ada biasanya dibanderol dengan harga yang luar biasa tinggi. Satu pertiga sampai satu perdua upah minimum Jakarta mungkin harus disediakan untuk membeli baju bola player issue.

Untuk kita, para penikmat sepakbola, disediakan kelas khusus. Replika ia biasa didefinisikan. Sebagai tiruan dari baju yang dikenakan para pemainnya. Harganya jauh lebih murah ketimbang jersey player issue. Dan di area inilah saya sempat bermain.

Awalnya, sih, sederhana. Saya butuh asesoris yang bisa saya pergunakan untuk nonton bareng yang sedikit berbeda dari teman-teman kebanyakan. Saya memutuskan untuk membeli baju bola di musim-musim lama. Itu awalnya. Yang terjadi kemudian, saya keracunan. Tidak sedikit baju bola yang saya cari setengah mati, menghabiskan waktu dan materi untuk kemudian membiarkan barang-barang itu tersimpan rapi dalam lemari. Itu baru bajunya saja. Belum lagi perintilannya seperti nomor dan nama punggung serta emblem (patch) yang harganya tidak sama dengan ukurannya yang kecil.

Ketika memulai mengoleksi baju bola di tahun 2011 (atau 2012) silam teknologi belum belum seperti sekarang ini. Dulu, selain di toko-toko resmi produsen yang terbatas, untuk memiliki baju bola kita harus menunggu kolektor lain bosan. Atau jika sedang sedikit berkecukupan, yang bisa kita lakukan adalah berselancar ke situs-situs penyedia baju bola yang hampir semuanya berasal dari luar negeri. Selain harganya lebih mahal, ongkos kirim dan turunan yang muncul setelahnya pun cukup menyebalkan. Sekarang, sih, enak. Selain toko resmi yang lebih banyak, untuk memiliki baju bola, kita juga dapat membelinya di market place seperti BukaLapak. Koleksi baju bola yang tersedia tidak kalah banyak dari situs-situs luar. Pun dengan harganya yang lebih terjangkau. Apalagi jika kamu termasuk orang yang tidak gengsian tiruan dari baju bola tiruan pun sangat mudah didapatkan. Dengan harga yang tidak lebih mahal ketimbang jatah pulsa satu bulan.

Dan dua minggu lalu saya memutuskan untuk benar-benar berhenti mengoleksi baju bola. Berhenti dari perputaran ratusan juta dollar di bisnis sepakbola. Menggantikannya dengan mainan? Entahlah. Salah satu alasan saya berhenti dan menjualnya pun karena sayang. Dulu kumpulan baju bola ini pernah saya rawat dan saya cintai sedemikian rupa. Amat berhati-hati ketika memindahkan atau melipatnya, mencuci dan menjemurnya secara berkala bahkan sampai menyediakannya lemari khusus. Sekarang, kegiatan itu hampir tidak pernah saya lakukan. Hasilnya? Beberapa di antaranya rusak tak terawat

Mengingat bagaimana perjuangan ketika mendapatkan baju-baju ini, Ketika dijual, ada rasa sesal yang muncul. Apalagi ketika harus melipatnya rapi, membungkusnya dan mengirimkannya pemilik baru. Sialan, perpisahan itu memang tidak pernah menyenangkan. Tapi sebelum yang lainnya minta diajak rusak juga. Keputusan berhenti tampaknya adalah pilihan tepat.

Related Posts

Leave a comment