Scroll Top

Membagi Fokus

Hari ini, jika melihat tanggalan yang tertera pada setiap tulisan, tepat dua bulan saya tidak menerbitkan tulisan baru. Berdasarkan riwayat arsip, terakhir tulisan diterbitkan di tanggal 13 April. Dan jika tidak salah ingat, tulisan yang terbit di tanggal tersebut adalah tulisan yang sudah saya tulis jauh hari sebelumnya. Disimpan sebagai draf, kemudian saya terbitkan. Artinya, sudah lebih dari dua bulan saya tidak menulis apa-apa untuk blog ini. Sebagai seorang penulis digital yang banyak mimpi dan omong kosong hal ini tentu jauh dari menyenangkan.

Malas? Mungkin.

Biasanya saya menulis ketika istri saya sudah tidur. Seperti yang sering saya tuliskan di beberapa media sebagai penunjuk identitas. Atau di beberapa kesempatan, saya juga menulis di sela-sela jam kerja.

Tapi beberapa bulan terakhir, kebiasaan itu nyaris hilang, saya harus membagi fokus ke banyak sekali hal. Tanggung jawab sebagai seorang suami dan ayah, kewajiban sebagai seorang pekerja, rutinitas seorang mahasiswa, aktivitas di lingkungan sosial dan gerakan-gerakan kecil di komunitas. Belum lagi peran saya sebagai seorang tampan yang masih juga belum hilang. Dengan waktu saya yang kebanyakan di jalan, membuat porsi untuk masing-masingnya teramat sedikit. Dan untuk adil? Astaga, kepala saya serasa mau pecah.

Ketika istri tertidur, saya harus berganti peran dari seorang suami menjadi seorang mahasiswa yang memiliki ambisi besar untuk segera lulus. Membuka banyak modul untuk tak memahaminya sedikitpun. Mengerjakan berbagai tugas untuk melupakannya besok lusa. Tapi tidak bisa tidak saya lakukan demi memenuhi persyaratan minimum mengikuti ujian di akhir semesteran. Itu saja.

Di hari libur jadwal saya juga berantakan tidak teratur. Brengseknya, yang paling menyebalkan, jadwal bermain dengan anak pun sampai terganggu. Aktivitas dan tanggung jawab di lingkungan sosial dengan sekian target jangka pendek yang harus segera selesai membuat saya tidak bisa kemana-mana di akhir pekan. Sialan.

Di tempat kerja? Sulit sekarang ini mencuri waktu. Jangankan untuk menulis, sekadar mencari daftar film yang harus saya unduh pun sulit. Kecuali beberapa yang sudah sempat saya tandai sebelumnya, nyaris tak ada daftar tambahan di folder koleksi. Bahkan, sebagian pekerjaan sudah dialihkan ke rekan yang lain karena saya sudah mulai kewalahan.

Dan gerakan-gerakan di komunitas yang… Ah, sudahlah.

Mengeluh? Nantinya, mungkin. Tapi sebelum sampai ke tahap itu saya sudah harus membuat keputusan. Meninggalkan yang prioritas dan dampaknya paling kecil mungkin terdengar bijak. Berlebihan hanya untuk menulis? Bukan. Lebih dari itu, saya ingn menjalani hidup yang menyenangkan sebagai seorang manusia. Menulis, hanya sedikit dari hal yang menyenangkan yang bisa saya lakukan. Sisanya? Banyak sekali.

Dan akhirnya, saya lakukan. Sedikit demi sedikit saya ingin memanusiakan diri saya sendiri. Sampai akhirnya yang tersisa nanti hanya kewajiban utama saya untuk anak dan istri yang, oleh saya, mereka memiliki hak untuk bahagia.

Menulis adalah hal yang lahir dari proses, dari kebiasaan. Ketika kebiasaan itu hilang, saya kehilangan semangat, kehilangan arah, kehilangan gaya, kehilangan semuanya. Di periode dua-tiga bulan ini, ada beberapa waktu di mana saya ingin menulis. Sudah menyiapkan beberapa ide dan draf untuk kemudian saya kembangkan. Jelek sekali. Saya hapus setelah sekali membacanya ulang. Jijik. Saya sadar saya tidak memiliki bakat sama sekali dalam menulis. Yang saya punya hanya minat dan rasa suka terhadap menulis. Sekali saja saya kehilangan rasa itu, saya jelas akan kehilangan segalanya.

Sampai saya berada di satu tahap berpikir: apakah saya bisa menulis? apakah saya memang benar-benar suka menulis?

Related Posts

Leave a comment