Scroll Top

Kategori Blog

Terkadang saya bingung ketika seorang atau beberapa teman menanyai saya tentang kategori blog yang saya miliki. Hal ini juga yang, terkadang, membuat saya bingung ketika mengisi formulir yang memiliki kaitan dengan dunia tulis digital di mana lah entah. Administrasi yang kerap merepotkan, namun tetap harus dilakukan. Di waktu saya sedang kesepian, di salah satu sudut ruangan di belakang rumah, dengan bau yang tak terendus, saya sempat memikirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu. Tidak penting, sih, tapi tetap harus saya lakukan. Agar kelak, ketika saya menemukan jawabannya bisa saya tuangkan ke dalam tulisan. Dan jika ada lagi yang bertanya, tautan tulisan itu bisa saya sodorkan. Ini, silakan.

Saya percaya jika para penulis digital, dalam hal ini dunia blog, akan menuliskan sesuatu yang paling dekat dengan kehidupannya. Ribet? Saya sederhanakan kalimatnya: kita, narablog, akan menulis apa yang sering kita lakukan, kan? Lebih detailnya, akan menulis apa yang kita sukai dan sering kita lakukan. Narablog yang memiliki kegemaran khusus di dunia travelling akan banyak menuliskan tentang kegiatan dan apa yang terjadi di perjalanan wisata yang mereka lakukan. Narablog yang doyan makan, menuliskan tentang resep-resep, misalnya, atau setidaknya bergaya ala-ala setiap kali mencoba suatu makanan. Atau apa pun lah contoh yang lain.

Tanpa memperhitungkan sebab akibat yang lebih rumit, saya pikir, kesukaan-kesukaan seperti itulah yang membuat kita memiliki kecenderungan untuk menulis tema-tema tertentu yang, pada akhirnya, seolah mengkotak-kotakan kita kepada kategori tertentu. Maka lahirlah: travel blogger, beauty blogger, blogger kuliner, blogger techno, dan lain-lain yang banyak.

Beberapa teman melabeli saya dengan blogger parenting akibat dalam beberapa waktu terakhir, saya memiliki kecenderungan menulis tentang keluarga, khususnya tentang anak saya. Label yang menurut saya terlalu berat untuk saya emban. Dan saya, tentu saja, lebih baik menolak untuk dilabeli blogger parenting. Bagaimanapun, tulisan-tulisan saya tentang keluarga itu tak pernah diniatkan untuk memberi nasihat, tak ada maksud menggurui, hanya tulisan curhat biasa. Kecenderungan itu terjadi karena yang terlihat menonjol sekarang ini, ya mungkin, adalah kehidupan saya sebagai seorang suami dan juga seorang ayah. Oleh karena itu, sekali lagi, saya enggan dilabeli blogger parenting karena saya merasa tidak harus bertanggung jawab terhadap pembaca atas apa yang saya tuliskan di blog ini.

Maksud saya, blogger parenting dirasa identik dengan sebuah penyuluhan, misalnya, atau wejangan, atau apapun yang berkaitan dengan tata cara inilah itulah sebagai seorang tua untuk anaknya. Dan tulisa saya? hanyalah sebuah cerita, tidak perlulah diamini mentah-mentah.

Semenjak pertama kali blog ini dibuat, dan dengan segala proses yang terjadi di dalamnya, saya tak pernah memiliki niatan untuk memberikan blog ini sebuah kategori khusus. Saya pernah memang secara khusus, dalam rentang waktu tertentu, menuliskan tentang pengalaman berhubungan jarak jauh, atau pernah membuat satu tema khusus membuat gambar sepakbola. Menyenangkan? Boleh jadi, setidaknya di saat-saat tertentu saya memiliki pembaca atau pengunjung tetap yang menyukai tema yang saya buat. Tapi juga menyebalkan, karena memiliki ‘pelanggan tetap’, saya merasa dituntut untuk fokus disitu belaka. Menyenangkan mereka. Terkadang, saya memiliki ide lain di luar bahasan namun tidak saya tuliskan karena tidak sesuai dengan tema saat itu. Tema yang saya belum memiliki kumpulan pembaca atau pengunjung.

Dan kemudian saya kembali ke tujuan mula. Hanya menuliskan apa yang ingin saya tulis belaka. Tak peduli, misalnya, sekalipun tidak ada yang sudi membacanya

Dalam kesempatan lain, saya terkadang dilabeli juga sebagai blogger sastra atau blogger fiksi atau semacam itu. Lucu, karena saya pikir saya memiliki pemahaman yang parah mengenai sastra, hanya satu-dua tingkat belaka di atas bodoh. Fiksi? Astaga, bahkan saya selalu gagal membayangkan konsep di luar realitas. Apalagi mengembangkannya ke dalam sebuah tulisan.

Jikapun sebutan itu muncul karena gaya tulis saya belakangan ini. Percayalah, itu adalah sebuah gaya yang dipaksakan. Maksud saya, saya tidak memiliki kemampuan yang baik untuk bercerita melalui kata. Beberapa tulisan dalam rentang waktu satu-dua tahun terakhir, khususnya tentang keluarga, yang saya buat dengan gaya bercerita adalah sebuah ‘tabungan’ jika suatu saat nanti anak-anak saya ingin diceritakan tentang proses ia tumbuh dan berkembang. Tentang bagaimana orangtuanya bertemu, tentang apa yang terjadi di antara kami bertiga (atau berempat, berlima dan entahlah nantinya). Ya, meskipun beberapa diantaranya saya tambahkan sedikit bumbu yang membiaskan batas-batas fiksi dan realita, saya pikir tidak masalah karena saya tidak menghilangkan esensi inti cerita.

Nak, ini untuk kamu nanti. Jadinya Ayah ndak perlu banyak jawab, ya J

Ehm, atau mungkin juga cerita dan gaya itu sebagai bekal untuk sebuah keinginan, di usia yang ketiga puluh lima, atau sebelum itu. Saya sudah bisa membuat sebuah karya cetak berupa buku. Masih ada tujuh-delapan tahun lagi. Semoga. Doakan saja.

Related Posts

Comments (7)

Luar binasa juga mz komentarnya~

iya ya
blog ku lebih ke apa ya
jadi campur2 gitu sih
karena gak bisa fokus ke satu hal
pengen kayak gitu malah ngerusak mood ngeblog heuehu

Gue juga pernah posting tentang kategori blog. Waktu itu blog gue dianggap blog musik. Padahal isi blognya campur-campur.

Blog sayapun tak tau apa kategorinya
Pernah nyoba buat kategori tapi sperti mas amdhika bilang d atas, merasa terbebani larena harus d tuntut nis itu saja
Akhirnya saya bebaskan pikiran saya untuk menulis apa yg ingin saya tulis.. menikmati setiap ketikan dr jari jemari di atas keyboard

Kalau menurutku Mas Andhika ini bloger rapi. Ya rapi template blognya. Rapi tata bahasanya. Rapi kalimatnya. Juga rapi makna tulisannya.

Leave a comment