Scroll Top

Dear Senor

Buenos dias, Senor! Bagaimana akhir pekan anda kemarin? Anda pasti sudah lebih tenang dan lega selepas pulang dari Estadio Olimpico Atahualpa di Ekuador. Negara kelahiran anda termasuk saya, akhirnya berhasil mengamankan satu tempat di Piala Dunia 2018.

Ketika tulisan ini saya buat, saya sedang bersantai di ruang keluarga selepas perayaan kecil atas apa yang saya capai di laga akhir pekan kemarin. Sempatkah anda menonton laga tim yang saya bela dan saya kapteni melawan rival dari kota yang sama. Sungguh sebuah ketidakberuntungan jika anda tidak menyaksikan nya Senor. Saya berhasil membawa tim yang saya bela menang dan tolong garis bawahi, saya mencetak 3 gol di partai tersebut. Jika lawan yang di hadapi adalah tim semenjana tanpa nama besar, saya mungkin hanya sekedar senang saja tanpa perlu menuliskan hal ini kepada anda Senor. Tapi, 3 gol yang saya cetak adalah gol yang saya sarangkan ke sebuah klub besar ( di masa lalu ) dalam partai dengan tajuk derby yang jelas lebih sulit ketimbang partai reguler liga lainnya. Derby selalu menghadirkan atmosfer berbeda, tensi yang tinggi serta drama dan intrik sepanjang laga. Anda pasti sudah tidak asing lagi dengan tekanan di sebuah partai derby, karena anda pun pernah “terlibat” Derby Sevillano beberapa tahun lalu.

Oke, anggaplah anda melewatkan Derby Della Madoninna akhir pekan lalu. Izinkan saya merangkum apa yang terjadi di partai itu. Menit ke 26, serangan yang di bangun Ac Milan dari sisi kiri berhasil di patahkan dan bola yang di rebut segera di alirkan dengan cepat ke sisi kanan Inter. Antonio Candreva yang tidak di kawal dengan ketat, dengan cermat melepaskan umpan terukur ke dalam kotak penalti. Saya yang sebelum bola di lepaskan masih berada di luar kotak penalti, segera dengan cepat menyelinap masuk ke area kotak penalti meski mendapat pengawalan dari dua bek Milan. Tanpa mengontrol bola terlebih dahulu, dengan kaki bagian dalam, saya menempatkan bola ke tiang jauh yang jelas tidak akan sanggup di jangkau oleh kiper manapun. ( apalagi oleh kiper muda yang jadi sombong hanya karena di gosipkan akan di beli oleh tim raksasa Spanyol pada akhir musim lalu ).

Memasuki menit ke 61, ketika skor sudah berubah menjadi 1-1, saya yang menguasai bola di area sepertiga wilayah Ac Milan, memberikan umpan kepada Ivan Perisic yang membuka ruang di sisi kiri. Chemistry yang sudah terjalin antara saya dan Perisic membuat saya mencari ruang kosong di area pertahanan Ac Milan. Dan benar saja, Perisic seperti biasanya, membawa bola masuk ke area penalti lalu memberikan umpan yang ternyata tidak terlalu tinggi namun juga tidak datar menyusur tanah sehingga memaksa saya melakukan hal yang sebelum nya jarang saya lakukan. Dengan sedikit gerakan akrobatik, saya melepaskan tendangan dengan kaki bagian luar yang lagi lagi sangat sulit untuk bisa di jangkau kiper lawan. Inter berhasil unggul lagi untuk kedua kalinya.

Ac Milab kembali berhasil menyamakan kedudukan 10 menit jelang laga usai. Dua gol dari kaki saya rupanya belum mampu membuat saya puas diri dan menerima begitu saja jika laga harus berakhir imbang. Harus ada gol ketiga yang memastikan saya dan Inter meraih poin tiga. Sepak pojok untuk Inter di menit ke 88. Bola yang di lambungkan ke area tengah dimana banyak pemain berkumpul menghasilkan kemelut yang mau tidak mau memaksa Ricardo Rodriguez menjatuhkan Danilo D’Ambrosio yang bersiap menceploskan bola di mulut gawang. Wasit menunjuk titik putih dengan yakin, penalti untuk Inter. Seperti yang sudah sudah, selain sebagai kapten tim, saya adalah eksekutor pertama tiap kali Inter mendapat penalti. Dengan konsentrasi penuh plus ketenangan, saya berhasil melepaskan sepakan ke arah yang berlawanan dengan gerakan Donnarumma. Akhirnya gol ketiga tercipta, akhirnya saya dan Inter meraih poin tiga dan akhirnya juga saya sukses mempecundangi Donnarumma yang kabarnya punya catatan bagus di partai derby.

Mari kembali ke benang merah yang membuat saya menuliskan hal ini kepada anda Senor Jorge Sampaoli. Dengan apa yang saya buat dan  tampilkan di partai derby akhir pekan lalu, saya ingin membuka mata anda soal siapa yang layak menjadi ujung tombak Tim Nasional Argentina. Seluruh dunia tahu, Timnas Argentina punya Lionel Messi dan saya pun tidak ingin berdebat mengenai kehebatan nya. Namun, Lionel Messi seorang diri tentu akan sulit menghadirkan prestasi untuk Argentina yang saya juga yakin, anda ingin meraih nya suatu hari nanti. Saya teringat bagaimana anda menerapkan pola 4-2-3-1 di Sevilla yang sebenarnya juga cocok jika di aplikasikan di Timnas Argentina. Tempatkan saya seorang diri sebagai ujung tombak, dan dengan dukungan dari Messi serta dua winger kelas wahid yang di miliki Argentina, saya optimis skema lini depan yang saya sebutkan tadi bisa menghasilkan permainan yang baik untuk Argentina. Saya kadang berpikir keras mengapa saya sulit mendapat banyak waktu bermain di Timnas Argentina. Dari musim ke musim, penampilan saya di level klub menunjukan grafik yang meningkat. Memang tim yang saya bela tidak bermain di kompetisi Eropa, namun hal itu seharusnya tidak lantas membuat anda berpikir bahwasanya saya tidak mampu menghadapi bek bek negara lain yang memiliki kualitas nomer satu. Saya juga menyadari fakta bahwa Tim Nasional Argentina memilik stok penyerang lain yang juga berkualitas seperti Aguero, Higuain dan Dybala. Namun percayalah, saya juga punya kualitas yang setara atau bahkan lebih baik dari ketiga nama tersebut. Saya pun tidak begitu suka menonton konser keluar negeri, perut saya juga belum buncit dan saya mampu mengeksekusi penalti di menit krusial yang membuat tim saya menang. #IfYouKnowWhatImean

Perlu saya tegaskan, saya menuliskan ini bukan untuk mengintervensi atau mengkritik hak penuh anda sebagai pelatih dalam menentukan komposisi pemain. Saya hanya ingin anda lebih membuka mata dan tidak melulu mengandalkan Lionel Messi. Masih ada waktu sebelum Piala Dunia tahun depan di gelar yang berarti, anda bisa semakin fokus pada pemilihan skuad yang nanti akan anda bawa ke Rusia. Jangan lagi mengulangi apa yang saya sebut sebagai sebuah kesalahan seperti yang Diego Maradona lakukan pada medio 2010 lalu. Saat itu, sebagai nahkoda Albiceleste, beliau menutup mata kepada Diego Milito yang jelas jelas sedang dalam puncak permainan dan kita semua sudah tahu bagaimana akhir perjalanan Timnas Argentina di Piala Dunia 2010. Oh iya, setelah berhasil mengeksekusi penalti di Derby Milan kemarin, saya melakukan selebrasi yang identik dengan selebrasi yang pernah di lakukan Lionel Messi di Santiago Bernabeu. Banyak yang kemudian menyebut selebrasi itu sengaja saya lakukan sebagai sebuah pengukuhan, atau penegasan bahwa saya tidak kalah hebat dari Lionel Messi, tapi sejujurnya selebrasi itu tak lebih dari sebuah aksi yang spontan ketika euforia sedang tinggi tinggi nya. Mensejajarkan kualitas diri sendiri dengan Lionel Messi lewat selebrasi gol? Saya belum segila itu Senor. Selebrasi itu juga saya lakukan untuk menunjukan bahwa telah ada seorang Argentina lain yang berhasil mencetak hattrick di Derby Della Madoninna setelah Diego Milito pernah melakukan nya beberapa musim lalu.

Oke Senor, rasanya cukup sekian apa yang ingin saya sampaikan lewat tulisan ini. Besar harapan saya anda bisa mempercayakan satu posisi inti striker Timnas Argentina kepada saya seperti hal nya kepercayaan Luciano Spaletti kepada saya di Inter. Toh, anda dan Mister Spaletti berpikir dari jenis kepala yang serupa, mengapa perlu menghasilkan buah pemikiran yang berbeda? Hehehehe. Kalau kata anak jaman now, jangan baper ya Senor.

Gracias y ten un buen dia Jorge Sampaoli.

– MAURO ICARDI –

Sumber gambar: bleacherreport.com

Related Posts

Comments (1)

Faakkkk. Bukan pesan buat sampaoli ini. Tapi Milan, aguero, dybala, higuain. Hahahaha

Leave a comment