Ingatanku berkelebat. Rasa-rasanya baru kemarin aku mengambil jatah cuti separuh waktu, memesan moda tranportasi dalam jaringan, menembus padatnya jalanan ibukota di waktu siang. Sesuatu yang jarang sekali aku lakukan di waktu yang biasanya. Untungnya beberapa pekerjaan telah aku selesaikan sebelum tenggat waktu. Beberapa pekerjaan yang lain bisa aku delegasikan. Setidaknya urusan cuti ini menjadi mudah jika tidak ada hutang pekerjaan. Aku tidak mungkin mendapat panggilan dari kantor semasa cuti. “Bang, macetnya parah ini. Kita lewat jalan tikus, ya?” pengemudi transportasi itu bertanya. Tanpa perlu menunggu persetujuanku, ia memasuki lajur-lajur sempit diantara gedung tinggi ibukota.
“Maaf, Bang. Jadi terlambat ya acaranya?” di perjalanan tiga puluh menit tadi ia sempat salah memasuki jalan, mengharuskan kami memutar arah. Aku menyerahkan helm yang kupakai, menggeleng, “Aku memang terlambat datang. Ada persiapan yang harus aku lakukan. Tapi, tidak masalah. Lagipula acara baru dimulai tiga puluh menit lagi.” Aku menyerahkan beberapa lembar rupiah kepadanya. Ia berterima kasih banyak setelah aku menolak sisa biaya yang ia kembalikan. “terima kasih, Bang. Semoga rezekinya lancar.” Aku membalasnya dengan senyuman. Mengamini sebuah semoga yang ia haturkan.
Sekarang aku menghadapi masalah baru. Sebuah bangunan tinggi yang belum pernah aku datangi sebelumnya. Aku sama sekali tidak memiliki ide dari mana aku harus masuk. Aku sempat menanyai seorang penjaga. Sial, jawabannya sama sekali tidak membantu. Mengikuti sarannya hanya membuat aku berputar-putar. Adalah lima belas menit waktu yang aku butuhkan untuk memasuki ruangan tujuan. Itu pun setelah aku sempat naik turun lift yang salah. Berkali-kali. Memalukan sekali udik ini. Beruntung, aku masih sempat mengikuti agenda pertama acara tersebut. Perbaikan gizi. Ehm, atau apa lebih tepatnya? Ramah tamah?
Setelah ramah tamah selesai, aku menghabiskan satu piring penuh ditambah beberapa potong kue sebagai penutup, semua tamu undangan dipersilakan memasuki aula. Acara utama akan segera dibuka. Apa reaksi pertamaku ketika memasuki ruangan yang teramat besar tersebut? Terpesona. Dengan tatapan menyapu ke hampir semua penjuru ruangan. Suasana ruangan yang gelaplah yang tidak terlalu memperlihatkan ekspresiku yang begitu memalukan.
Acara dimulai. Tamu undangan, oleh Edy Kusuma selalu Brand Manager di Indonesia, diperkenalkan kepada sebuah produk yang menjadi tahapan selanjutnya dari hasil swafoto yang sempurna: Vivo V5s. Dari tengah panggung yang memesona, Edy menjelaskan pencapaian yang diraih Vivo pada periode tahun dua ribu enam belas. Secara detail ia menjabarkan bagaimana Vivo telah dan akan selalu berkembang mengikuti kebutuhan dan permintaan para penggunanya. Itu dibuktikan dengan dibuatnya pusat riset dan pengembangan di tujuh negara berbeda. Vivo, kata Edy lebih lanjut, akan selalu berupaya menghadirkan produk sesuai yang diperlukan para penggunanya. Kutipan terbaik dari Edy adalah: “Selalu mengejar kesempurnaan dengan selalu menghadirkan kejutan.”
Kemudian, untuk memberi jeda, beberapa hiburan dari selebritas tanah air disuguhkan. Sebagian besar tamu undangan mendekati bagian depan panggung. Mendekati idola mereka yang sedang berdendang, banyak diantara larut dalam melodi yang dinyanyikan. Aku sendiri memilih untuk duduk manis, menonton dari kejauhan. Maksudku, bernyanyi dari kejauhan.
Acara ini sendiri masih menggunakan tajuk yang sama dengan acara sebelumnya: Perfect Selfie. Aku sudah dibuat kagum dengan keunggulan yang ditawarkan pada Vivo V5, variasi produk Vivo yang diluncurkan sebelumnya. Sekarang, melalui beberapa pengembangan fungsi yang diberikan, aku ingin bertepuk tangan dengan amat meriah. Sambil berdiri jika itu dirasa perlu. Selain itu, Perfect Selfie bukan sekadar tajuk komersial belaka. Bahkan, beberapa fotografer professional sudah menggunakan dan berani merekomendasikan Vivo sebagai alternatif dalam dunia fotografi. Setidaknya, itu yang disampaikan oleh Nicoline Patricia, seorang fotografer professional, yang kemudian dijadikan Chief Selfie Officer oleh Vivo.
Keunggulan dan pengembangan fungsi yang ditawarkan oleh Vivo V5s dibandingkan seri pendahulunya dijelaskan oleh Kenny Chandra, Product Manager dari Vivo Indonesia.
“Kenapa Perfect Selfie? Maksudnya, kenapa Vivo masih memfokuskan pengembangan pada sisi kamera belaka?” seorang tamu dalam salah satu sesi tanya jawab bertanya. Aku, dan mungkin beberapa banyak orang di acara tersebut, mengamini pertanyaan Si Bapak tadi. Untuk apa pula mengeluarkan varian baru yang itu-itu aja? Bukankah masih ada fungsi lain yang bisa diunggulkan? Jawaban dari Kenny, disambut tepuk tangan yang meriah oleh hadirin. Alasannya sederhana. Dari riset yang dilakukan oleh Vivo selama beberapa periode terakhir. Fotografi, terutama fungsi swafoto, masih menjadi hal yang paling dibutuhkan dan paling dicari oleh pasar. Itu dibuktikan dengan banyak sekali kata kunci pada mesin pencarian yang melibatkan Vivo dengan keunggulan swafotonya.
“Tapi tidak hanya itu,” lanjut Kenny. “Kamera hanya menjadi salah satu saja yang kami kembangkan. Selebihnya seperti yang sudah saya sampaikan di awal tadi. Kami yakin, keunggunlan yang diberikan oleh produk kami bisa diterima dengan baik oleh pengguna. Terutama kalian.” Ia menunjuk sekelompok massa yang mendedikasikan diri sebagai kelompok pecinta Vivo. Vivo Club Indonesia, mereka menamakan diri seperti itu, barangkali tertarik, bisa kalian temukan pada beberapa media sosial. Mereka, kelompok massa itu, bukankah menjadi bukti kalau Vivo sudah sebegitu diterima?
Tepuk tangan paling meriah hadir ketika Kenny mengumumkan harga yang harus dibayar untuk memiliki perangkat yang, di Indonesia, baru diluncurkan pada hari tersebut. Tiga juta tujuh ratus Sembilan puluh Sembilan ribu belaka. Aku sempat mendengar teriakan kaget, tidak percaya, dari beberapa baris bangku di belakangku. Salah satu dari perwakilan media bahkan sempat bertanya “Apa tidak rugi, dengan segala fungsi yang ada, memberikan harga sedemikian rendah?” Kenny, lagi-lagi sambil tersenyum, menjawab. “Segala hal yang kami suguhkan, tentu sudah dengan perhitungan. Termasuk diantaranya nilai komersial yang kami keluarkan.” Tepuk tangan kembali menghiasi seisi ruang.
Semua pelaku promosi produk Vivo dari kalangan selebritas dikumpulkan di atas panggung. Jika diperhatikan, keputusan Vivo dalam melakukan pemilihan pelaku promosi produk patutlah diacungi jempol. Vivo, bagaimanapun, telah melakukan keputusan yang tepat dengan memilih selebritas yang muda dan mempresentasikan pengguna Vivo sebagai suatu kesatuan yang dinamis, modern dan melek akan inovasi. Selain itu juga, para selebritas itu sungguhlah mewakili kategori dari para pengguna.
Dengan diluncurkannya Vivo V5s. Vivo, selaku pelaku industri perangkat genggam, semakin memantapkan posisinya di dalam keseharian pengguna yang semakin ingin melangkah menuju kesempurnaan.
Di akhir acara, aku dan tamu undangan yang hadir, mendapat kesempatan untuk mencoba fungsi-fungsi baru yang diberikan. Dan kawan, inilah langkah selanjutnya dari swafoto yang sempurna.
“Selalu mengejar kesempurnaan dengan selalu menghadirkan kejutan.”
Edy Kusuma – Brand Manager Vivo Indonesia
Spesifikasi nya worth banget. Sampe kaget saya pas dikasih tau harganya 🙂
Kerenlah gak usah bawa2 kamera gede buat ke acara, cukup dari kamera Vivo V5s ini sudah memenuhi segalanya.
Jadi pengen punya vivo yang ini
Vivo V5s banyak juga keunggulannya, tapi harganya sangat terjangkau bangat.
Gagal fokus sama Brand Ambassadornya Vivo V5s ini, hehehe. Btw, Vivo V5s punya spek kamera yg keceh yaa 😀
Aku pengin punya hiks
Mas Andikaaaaa ajarin bikin infografissssssssssssssssssssssssss
Hayoo, kapan. Ke rumah aja. Tangerang-Cikarang, kan ga jauh 🙂
itu kan keren gambar sama infografisnya? terus aku harus belajar ini mah sama kamu, iyah kamu….:-p
Hehehe, hatur nuhun, kang.