Scroll Top

Mati Gaya

Kali ini bukan tentang olah kata yang dipaksakan untuk membuat sebuah cerita. Kali ini nyata, tentang sesuatu yang boleh jadi pernah, sedang dan atau akan kamu sekalian alami. Kawan, ini tentang kebiasaan yang sulit sekali dihilangkan. Seperti bagaimana kalian lihat lelaki itu yang tertawa senang luar biasa laksana bocah kecil dibelikan balon gas yang dipegang sebentar lalu kemudian hilang ke langit di atas sana, atau setidaknya ia tidak bisa lagi terbang karena gasnya habis sudah. Lelaki itu senang luar biasa untuk sementara.

Adalah karena perangkat genggamnya yang satu minggu terakhir terpaksa dirawat inap telah dipegangnya kembali. Tertawa senang ia dibuatnya seolah perangkat genggam rusak yang baru dibetulkan itu adalah barang baru lalu diceritakannya kepada semua orang. Padahal satu minggu kemarin, sampai pagi tadi ia mati gaya, wajahnya mati ditutup duka karena itu tadi, perangkat genggamnya sedang tak ada.

Bagaimana itu menjadi sebuah penyakit untuk kita yang sedang dewasa atau malah masih baru lulus balita. Kita lebih suka tertinggal dompet atau kotak makan ketimbang harus sendirian tanpa perangkat genggam. Lihat lagi lelaki tanggung itu yang sedang menunduk berpuas diri menghabiskan sisa kuota empat gigabyte untuk mengunduh atau melihat apapun disana, mumpung cepat katanya, ditolong si merah dengan jaringan generasi keempat, lagipula besok lusa paketnya habis tak bersisa.

Padahal bukan satu dua tahun terakhir dia mempunyai perangkat genggam. Hampir separuh usianya ia ditemani perangkat genggam yang tentu saja seringkali berubah bentuk di saku celananya. Tapi sebelumnya ia tak pernah semenyebalkan ini. Internetlah yang bertanggung jawab penuh terhadap perubahan tabiatnya. Lihat lagi lelaki itu, yang lebih suka menunda makan untuk lebih dulu meminta kata sandi jaringan nirkabel di suatu kedai kopi berkelas tinggi, lalu kemudian satu kopi termurah dipesan demi dapat duduk santai satu hari penuh dari mulai kedai dibuka sampai sang pelayan merapihkan seluruh meja pertanda kedai harus segera ditutup.

“Alamak, lambat kali koneksi disini, boi !!! kesal aku” suatu ketika lelaki itu berteriak lantang menghadapi buruknya jaringan internet yang memang sering terjadi. Hilang sudah muka-muka senyum sendiri khas generasi penunduk. Kopinya tak sempat ia minum, ia pergi begitu saja. Tak perduli di belakang sana pelayan kedai kopi memanggilnya berulang-ulang, kopinya belum dibayar. Internet adalah memang sebuah kemudahan, jasanya besar tak terhingga. Banyak sekali manusia yang tertolong karenanya, tetapi selain itu ia juga salah satu penyebab tingginya tingkat kegagalan manusia mengendalikan emosi, dosanya entah sebesar apa. Jika besok lusa kau berkesempatan bekerja di suatu penyedia layanan internet, cobalah matikan layanan internetmu itu satu hari, ah tidak, setengah hari saja, lalu silahkan lihat berikutnya, manusia untuk sementara akan bertingkah lebih parah ketimbang manusia yang hidup di jaman primitif.

Selepas dari kedai kopi, lelaki itu bergegas pulang, berjalan kaki, karena tempat tinggalnya memang tidak terlalu jauh. Bertemulah ia dengan kawannya di jalan dan lalu menunduk. Bukan, bukan karena malu, tak bertegur sapa pun nampaknya ia tidak terlalu peduli, tetapi karena ada getaran kecil dari saku celananya. Paket internet anda akan habis pada jam 23.59, akan diperpanjang dengan 2GB+3GB 4G+1 GB Wifi untuk 30 hari dengan harga sesuai lokasi. Pastikan pulsa anda mencukupi. Begitu kira-kira yang diberitakan pada pesan singkat yang baru saja masuk. Jika untuk makan minum tadi ia bisa menundanya, untuk urusan ini jangan harap. Kalau bisa detik itu, maka detik itu juga pulsanya harus terisi penuh. Dengan menggunakan sisa-sisa kuota lelaki itu melakukan panggilan suara kepada kawannya melalu layanan suara gratisan. “Boi, bisa kau isikan dululah pulsaku seratus ribu?? Seperti biasa saja, boi. Apa?? Minggu depanlah sekalian aku ke tempat kau, macam kau baru kenal aku ini kemarin sore” tanpa salam pembuka ia bersuara, ciri khas generasi penunduk yang kerap kali terburu-buru.

Satu-dua kalimat berikutnya panggilan suara itu terputus. Hanya dalam hitungan menit transaksi pulsa berjalan mulus. Lelaki itu terkekeh, merasa puas, karena setidaknya sampai satu bulan kedepan perangkat genggamnya masih berguna. Yang lelaki itu lupa, ia tidak sadar jika ia termasuk kedalam golongan tak tahu waktu. Semua aktivitasnya haruslah ditemani dengan yang namanya koneksi internet. “Lega” hanya satu kata itu yang ia tulis pada media sosialnya sambil menyematkan tautan lokasi dimana ia berada saat itu : WC Umum Penyembuh Duka. Atau mengetikan sembarang situs pemuas nafsu meski akhirnya hanya disuguhi laman internet positif. Alhasil satu minggu lebih dua hari kemudian kawannya itu kembali dihubungi, paketnya habis sebelum waktunya, 6GB tidaklah cukup. Empat, lima, sampai enam kali nada tunggu tak juga dijawabnya. Lelaki itu lalu mengirimkan pesan singkat Boi, sibuk kali kau. Kabari aku jika sudah bisa kutelfon. Baru setelah satu episode penuh sinetron kejar tayang, tanda check pada layanan pesan singkat itu berubah warna, tanda telah dibaca oleh si penerima. Balasannya langsung datang Lunasi dulu hutangmu, boi dengan empat tanda titik di belakangnya. Lelaki itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Demi bumi yang selalu berputar marilah kita bersepakat bahwa, kawan, bukankah kuota internet itu tidak pernah habis tepat waktu ?? Hanya ada dua pilihan kemudian yaitu habis sebelum waktunya atau malah tersisa banyak karena alpa berinteraksi banyak di dunia maya. Sebagian orang cukup cerdas dengan membeli kuota internet terendah lalu kemudian memaksimalkan jaringan nirkabel yang sekarang ini sudah mulai banyak tersedia di kantor, di kedai makan atau bahkan di tempat-tempat umum sekalipun. Untuk kau rahasiakan, lelaki itu bahkan hampir setiap hari duduk santai di teras untuk mencuri jatah kuota internet bulanan rumah tetangga yang kebetulan koneksi internetnya tidak dikunci.

Kecuali kali ini, ketika tetangga sebelah rumahnya sedang mengambil cuti berlibur panjang ke negeri seberang, koneksi internetnya sengaja dimatikan. Maka habislah sudah nasib lelaki malang itu, kuota perangkat genggam yang sudah habis siang tadi menyusul isi dompet yang kosong, yang bisa ia lakukan hanyalah menghabiskan baterai perangkat genggamnya dengan aktivitas offline. Mengambil banyak sekali foto dan video, mendengarkan musik, menonton film yang sudah ia copy dari harddisknya jauh-jauh hari atau yang paling sering, bermain Candy Crush semalam suntuk dengan waktu yang ia rubah sesukanya demi mensiasati keterbatasan giliran bermain.

Perangkat genggamnya diperlakukan tidak dengan semestinya, kelewatan. Bahkan ketika baterainya kosong pertanda minta jatah untuk diisi. Ia tidak perduli, dicoloknya perangkat genggam itu menggunakan charger seadanya dengan Candy Crush yang tetap menyala. Esok lusa, ia kembali mati gaya. Perangkat genggamnya berontak tidak terima. Sakit. Minta diopname lebih lama, paling tidak perangkat genggamnya enggan pulang dua bulan kedepan. Padahal jika ia menggunakan kuota internetnya secara bijak, hanya digunakan untuk keperluan yang mendesak atau setidaknya tidak berlebihan, lelaki itu pastilah tidak akan mati gaya. Perangkat genggamnya pun akan senang hati jika dimanfaatkan dengan wajar. Tetapi bagaimanalah generasi kita ini generasi penunduk. Boleh jadi esok lusa kita akan sama-sama bersepakat untuk mengurangi jatah nasi demi tetap bisa terhubung dengan koneksi.

Menyedihkan.

Matigaya

Related Posts

Comments (11)

wiih udah pake 4G hehe

@gemaulani

huhuhu.. 6GB aja gak cukup 🙁

haha..kadang ga tahu diri.. lg ngecas tetep digeber online..pernah restart sndiri..saking kepanasan

generasi penunduk *makjleb
tapi aku bukan generasi penunduk sih, kalau di lingkungan dunia nyata aku masih suka tatap muka. Hehe

Baru tau kalau WC itu bisa menyembuhkan duka. XD

Semoga kelak akan ada sistem baru untuk Android atau Iphone tanpa batasan kuota seperti Blackberry. Tapi benar juga, kalau masa paket habis apalagi karena lupa isi, bisa mati gaya, bingung hehehe

Online sambil ngecas, sering bgt tuh. Kepepet DL soalnya

Tulisan yang mencerahkan ini bang, sedari kemarin aku lupa tentang “mau menulis apa”, pas baca tentang ini jadi ingat mau menulis apa… Apalagi skrg udah jamannya Pokemon GO yang begitu banyak menghabiskan kuota dan baterai HP, dan membuat banyak orang semakin sibuk dengan gadgetnya, tak peduli lagi tempat dimana mereka yang sedang dipijak, asalkan mendapat pokeman yang terhebat mereka rela untuk menjadi tak peduli pada tempatnya,..

Banyak tempat macam kantor polisi, mesjid, dn tempat lain yg jadi tempat hunting pokemon, dan budaya menunduk semakin menjadi-jadi, semakin banyak di penjuru negeri

Apa hubungannya antara “mati gaya” dengan ” jadi ingat mau menulis apa” ?? Haha, siang nanti ada tulisan baru tentang Pokemon Go, sila disimak juga

Comment to fandy Cancel reply