Scroll Top

Dua Puluh Tujuh

Saat tulisan ini dibaca, boleh jadi saya tidak sedang di depan layar monitor –mengetik paragraf demi paragraf tulisan ini. Entah sedang apa saya saat tulisan ini dibaca, boleh jadi sedang menjahili anak yang sedang tidur, atau sedang duduk menyendiri di sudut terujung rumah kontrakan sembari mengepulkan asap satu dua batang rokok plus kopi sachet biar lebih cepat, atau memindah-mindah channel TV yang belakangan ini sulit menemukan tontonan yang asik (bahkan di tv berbayar sekalipun) atau boleh jadi saya sedang diam, tidak melakukan apa apa tapi sembari berharap tulisan ini bisa anda baca dan bisa anda terima (jika anda sudah sampai ke bagian ini, setidaknya harapan itu terwujud) jika berkenan silahkan lanjutkan ke paragraf berikutnya.

Tulisan ini saya buat beberapa jam (atau beberapa hari atau beberapa minggu atau beberapa bulan atau beberapa tahun) sebelum anda sempat membacanya. Provider blog yang saya gunakan saat ini mengizinkan saya untuk memanipulasi waktu terbit postingan, membuatnya lebih cepat atau menundanya beberapa waktu kedepan dari waktu postingan ini dibuat. Menurut saya ini menarik, bagaimana blogger pemalas seperti saya bisa merencanakan sesuka hati kapan materi yang saya buat bisa diposting dan (berharap) dibaca dan diterima oleh orang yang sudi mampir ke blog ini. Katakanlah dua hari kedepan ada momen yang menarik, lalu kemudian hari ini saya memiliki ide materi untuk momen tersebut, saya buat materi itu hari ini, detik ini, untuk kemudian saya posting dua hari berikutnya. Saat materi itu terbit di blog ini, entah sedang apa saya saat itu.  Boro-boro posting blog,boleh jadi saya sedang ikut merayakan momen tersebut.

Ini adalah analogi sederhana dari kehidupan kita sebagai manusia. Tentu saja kita , manusia, adalah perencana terbaik setelah Tuhan. Saat ini jumlah rencana yang kemudian disampaikan kepada Tuhan lewat doa jauh lebih banyak dari populasi manusia itu sendiri, tiap sepersekian detik muncul rencana baru dari umat-Nya, sedang disana Tuhan boleh jadi sedang tersenyum menunggu tindak lanjut dari rencana manusia, apa yang akan dilakukan untuk mewujudkan rencana masa depannya. Diam menunggu tidak akan membuat rencana itu terwujud, lalu apa ?? Membuat rencana baru ?? lalu lihat disana, Tuhan, lagi-lagi tersenyum.

Sedikit bocoran, kita saat ini adalah bagian dari rencana masa lalu, pun dengan masa lalu itu adalah bagian dari rencana masa yang lebih lalu lagi, sampai berujung disana, kita semua disini adalah bagian dari rencana Tuhan.

Dua puluh tujuh tahun yang lalu, bertepatan dengan ulang tahun Dewi Lestari yang ke tiga belas, saya lahir ke dunia. Saat itu dengan usia yang baru menghinjak tiga tahun Marco Simoncelli belum bisa mengendalikan kuda besinya, dan Kartika Putri bahkan belum lahir. Saya sendiri adalah bagian dari rencana orang tua saya yang bersenang-senang di atas ranjang sembilan bulan sebelumnya. Sepanjang yang saya tahu, dalam rencana kehamilannya orang tua saya tak lupa juga melampirkan doa, pada Tuhan tentu saja, agar saya lahir dalam keadaan laki-laki dan sehat. Dan detik itu, Tuhan memutuskan untuk meng-approve doa dan harapan itu tadi. Sifat dasar manusia yang tidak pernah merasa cukup setelah saya lahir, orang tua saya merencanakan agar kelak ketika saya mati nanti , saya mati dalam keadaan shaleh. Lalu berdoalah mereka, tentu masih pada Tuhan, dan berusaha untuk mewujudkan rencana yang telah dibuat itu. Percayalah rencana, doa dan usaha adalah suatu hubungan yang tak terpisahkan ketiganya tak akan terwujud jika salah satunya dihilangkan.

Lalu hasilnya ?? Menurut orang tua saya, saya telah tumbuh kembang menjadi anak shaleh dan membanggakan. Jika tulisan ini dibaca oleh Bapak Felix Siauw tentulah saya akan dianggap sebagai orang yang riya, uzub, takabur karena dengan berani saya memproklamirkan diri sebagai anak shaleh. Tidak Pak Ustadz, sama sekali tidak, di setiap kesempatan bertemu sapa, orang tua saya selalu bercakap demikian. Lagipula kita disini sama sama tahu, semua orang tua punya cara terbaik untuk membahagiakan anaknya. Dan kalimat tadi adalah salah satunya, siapa pula manusia yang tidak senang ketika orang tuanya tersenyum sembari mengucap “Kami bangga padamu” bagaimanapun senyum bangga orang tua adalah terapi psikologis terbaik untuk manusia yang memiliki otak dan hati yang sehat. Demi mendapakatkan senyuman itu banyak anak yang rela mengorbankan semuanya.

Dua puluh tujuh tahun semenjak hari itu, ketika Dewi Lestari sudah bertransformasi total dari penyanyi menjadi penulis besar, saya masih diam di tempat, masih menyusahkan orang tua selalu merepotkan istri, Marco Simoncelli saat ini mungkin sedang tersenyum di surga, Kartika Putri ?? Kesempatan berikutnya saya akan memanggilnya Tante Tika dengan alasan yang masuk akal. Saya murni sadar, saya yang sekarang dengan saya yang baru dilahirkan dua puluh tujuh tahun yang lalu, selain sumber susu, hampir tak ada yang berubah, masih tetap menyusahkan orang tua dengan segala tingkah laku. Dan mereka tetap berucap saya anak yang membanggakan. Ah, mengingat kalimat itu benar benar obat penyemangat mujarab, tapi sebentar kemudian saya bertanya apa itu betul ?? Bukan sekedar kalimat motivasi ala Bapak Mario ?? Ah, iya bukankah di awal paragraf tadi kita membahas tentang rencana, doa , dan usaha ?? Saya dan kalian yang membaca ini pasti tahu betul semua kalimat yang keluar dari mulut orang tua adalah doa, boleh jadi orang tua saya masih berkomitmen dengan rencana yang mereka susun dua puluh tujuh tahun silam, dengan doa yang selalu sama. Jikapun tadi saya berprasangka kalimat itu sekedar kalimat motivasi, pastilah itu motivasi terbaik. Dan usaha ?? sudah terlalu banyak keringat yang keluar dari para orang tua untuk anaknya. Pah, Bu, sekarang giliran anakmu ini yang berusaha, bantulah saja dengan doa.

Tapi mohon kemaklumannya untuk menunggu.

Saya ingat bagaimana saya ditertawakan karena begitu membenci ulat, tapi begitu menyukai kupu-kupu. Saya baru tahu belakangan jika ulat dan kupu-kupu adalah komoditi yang dipisahkan oleh proses evolusi. Dan saat itu saya bersikukuh untuk tidak percaya, bagaimana mungkin bentuk menjijikan dari ulat bisa begitu indah setelah menjadi kupu-kupu. Itu saat saya belum mengerti makna dari ‘proses’. Dan sekarang, saya itulah si ulat, sosok menjijikan yang boleh jadi banyak dibenci, dan (semoga) sekarang ini saya sedang dalam tahap proses metamorfosa, lalu kemudian bolehlah saya berharap proses ini sempurna, menjadi kupu-kupu. Sosok indah yang lebih disukai, memberikan senyuman senang untuk kalian yang melihatnya, atau minimal bisa dirindu ketika harus pergi duluan.

Jadi, mohon bersedia menunggu lagi proses itu lebih lama.

Teruntuk malaikat terbaik yang pernah dicipta, percayalah anakmu ini suatu saat akan benar benar membuatmu tersenyum bangga.

Jika suatu saat senyum itu benar benar muncul, tentu lebih mudah dan lebih pantas untukku dijadikan teladan oleh istri dan anakku.

Evolution-of-Man

Related Posts

Comments (12)

wih perannyanwaih bahasanya oke

Selamat ulang tahun, makin berkah, makin rajin ngeblog 🙂

aminnnnn … nnnuhun kang 🙂

Menunggu, ya, tapi semoga berbuah manis. 🙂

aminnnn , terimakasih sudah mampir

Semoga kamu bisa menjadi kupu-kupu yang indah dan membanggakan orang tua kamu yah. Dan itu semua dimulai saat ini. Selamat ulang tahun, semoga sukses yahn@rin_mizsipoel

aminnn …

terimakasih mbak doanya 🙂

tetap berencana, berdo’a, dan berusaha 🙂

@QuelleIdee07

mari bersama-sama jadi perencana yang baik 🙂

selamat ulang tahun
semoga makin banyak rezekinya yaaa

@mutmuthea

ya ampun. salut deh. rajin banget mas bikin review tiap tahun.

Leave a comment